Mengapa Pidato Ketua MPR Lebih Lama dari Jokowi Saat Pelantikan Presiden?
Durasi pidato Bamsoet yang jauh lebih lama ketimbang Jokowi dinilai kontradiktif dengan semangat itu.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat prosesi pelantikan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai Presiden-Wakil Presiden 2019-2024, durasi pidato Presiden Jokowi tak sebanding dengan pidato yang disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo.
Padahal setiap kali prosesi pelantikan, pidato presiden paling dinanti.
Sebab dari pidato itu, setidaknya akan tergambar prioritas presiden dalam lima tahun ke depan.
Durasi pidato Presiden Jokowi hanya berlangsung sekitar 16 menit sedangkan pidato demi pidato yang disampaikan oleh Bambang Soesatyo selama prosesi pelantikan memakan waktu hingga 50 menit.
Baca : Inikah Daftar Menteri Jokowi 2019 - 2024?Ada 2 Kelahiran Sumut di Kabinet Kerja Jilid 2, Bukan Luhut
Baca: Calon Menteri Telah Dipanggil Jokowi ke Istana
Baca: Beredar di WhatsApp! Susunan Kabinet Baru Jokowi, Ada Gus Ipul, Fadli Zon, Rieke Oneng, Bos Gojek
Presiden Jokowi dalam pidato pertamanya setelah dilantik menyampaikan sejumlah program yang akan dilaksanakan selama lima tahun ke depan.
Salah satunya target menggapai cita-cita peningkatan ekonomi, yaitu keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah (middle income trap) pada 2045.
Indonesia diharapkan telah menjadi negara maju dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar Rp 320 juta atau Rp 27 juta per kapita per bulan.
“Mimpi kita di tahun 2045, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 7 triliun dolar AS. Indonesia sudah masuk lima besar ekonomi dunia dengan kemiskinan mendekati nol persen. Kita harus menuju ke sana,” kata Jokowi.
Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Ma’ruf Amin berbincang bersama Wakil Presiden ke-12 Jusuf Kalla seusai pelantikan Jokowi-Amin sebagai Presiden-Wakil Presiden 2019-2024 dalam Sidang Paripurna MPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu (20/10/2019).
Menurut dia, ketercapaian target tersebut tidak mustahil. Hanya saja, butuh kerja keras dan cepat, serta kerja bangsa yang produktif.
Bangsa Indonesia harus inovatif, menciptakan cara dan nilai baru untuk bisa lepas dari middle income trap.
Salah satunya, mengubah orientasi kerja birokrasi, bukan lagi pada proses tetapi memprioritaskan hasil atau tujuan akhir.
Sebab, selama ini proses kerja birokrasi kerap bertentangan dengan hasil yang dirasakan masyarakat.