Habil Marati Bantah Pengakuan Penyidik Polda Metro Jaya Soal Dugaan Pembiayaan Pembelian Senjata Api
Perdebatan terjadi saat sidang pemeriksaan saksi kasus kepemilikan senjata api dan amunisi ilegal, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Habil Marati, terdakwa kepemilikan senjata api dan amunisi ilegal, sempat bersitegang dengan aparat Unit 1 Jatanras Subdit 4 Dit Reskrimum Polda Metro Jaya, Ipda Mada Dimas.
Perdebatan terjadi saat sidang pemeriksaan saksi kasus kepemilikan senjata api dan amunisi ilegal, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2019).
Dalam persidangan tersebut Ipda Mada Dimas dihadirkan sebagai saksi.
Baca: Respons KPK Sikapi Hasil Gelar Perkara Kasus Dugaan Pengrusakan Buku Merah
Dia memberikan keterangan terkait proses pemeriksaan Habil Marati, Kivlan Zen, dan Iwan Kurniawan pada tahapan penyidikan untuk kepentingan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
"BAP tersebut semuanya satu rangkaian. Setahu saya, Pak Habil di BAP dua kali. Kalau tidak salah," kata Ipda Mada Dimas saat memberikan keterangan di persidangan.
Namun, Habil Marati membantah keterangan dari Ipda Mada Dimas.
Baca: Tito Karnavian Bergegas Menuju Papua Usai Rapat Bersama Pejabat Kemendagri
Dia mengaku penyidik itu tidak pernah melakukan konfrontir antara tersangka satu dengan tersangka lainnya.
"Iya jadi mungkin saudara saksi lupa. Saksi tidak pernah BAP sama saya saksi juga tidak pernah melakukan BAP konfrontir saya, Kivlan dan Iwan tak pernah terjadi itu," kata Habil.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Iwan, Ipda Mada Dimas mengungkapkan Habil Marati pernah memberikan uang senilai Rp 50 juta untuk pembelian senjata api.
"Dari pengakuan Iwan yang kami lakukan intrograsi, Iwan sempat bertemu Habil di rumah makan Padang dan ada pemberian uang yang disampaikan tadi. Ada uang pemberian cash 50 juta," ujar Ipda Mada Dimas.
Baca: Curhat Wanita Divonis 18 Tahun Penjara karena Narkoba, Akui Salah hingga Dicerai Suami: Aku Pasrah
Mengenai adanya pemberian uang itu, Habil Marati kembali membantah.
Mengacu pada proses rekonstruksi perkara, politikus PPP tersebut mengaku tidak ada di rumah makan Padang.
"Fakta rekonstruksi saya sama sekali tidak ada di rumah makan Padang. Jadi, saya kira itu keterangan tidak benar," ujarnya.
Di akhir pemberian keterangan sebagai saksi, Ipda Mada Dimas mengungkapkan mengenai peran Habil di perkara tersebut.
"Memberikan uang, untuk membelikan senjata. Kurang lebih 6," katanya.
Tak ada kaitan dengan saya
Terdakwa Habil Marati membantah menyandang dana untuk menghabisi nyawa empat tokoh nasional.
Menurut dia, perkara yang menjerat dirinya terkesan dipaksakan.
Sampai memasuki tahap persidangan, kata dia, penyidik maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum dapat membuktikan dirinya memberikan dana untuk kegiatan operasional kepada Kivlan Zen, mantan kepala Staff Kostrad.
Baca: Politikus Gerindra: Bukan Kebiasaan di Indonesia Seorang Penjabat Negara Diserang
"Tidak menjelaskan substansi syarat formil dakwaan. Jelas dia (JPU,-red) tidak menjawab, senjata maupun uang 15 ribu Dollar tidak ada kaitan dengan saya," kata Habil Marati ditemui setelah persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (10/10/2019).
Selain itu, dia menyoroti surat dakwaan dari JPU.
Dia menilai ada kesalahan di dalam penulisan tanggal penangkapan terhadap dirinya.
Di surat dakwaan, kata dia, upaya penangkapan terhadap dirinya dilakukan pada 21 Mei 2019.
Padahal, dia mengetahui, penangkapan dilakukan pada 29 Mei 2019.
Baca: Atasan Penusuk Wiranto Ternyata Telah Ditangkap Densus 88 September Lalu
"Jadi, saya ditangkap di rumah 29 Mei. Tetapi, dalam dakwaan dianggap 21 Mei. Karena Iwan (salah satu pelaku,-red) ditangkap 21 Mei. Kenapa disamakan? Itu sudah salah fatal," tambahnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mendakwa politisi Habil Marati, menyandang dana untuk pembelian empat pucuk senjata api dan 117 peluru tajam ilegal.
Habil disebut memberikan uang senilai 15 ribu dollar kepada Kivlan Zen, mantan Kepala Staf Kostrad untuk kepentingan operasional perencanaan pembunuhan.
Baca: Jelang Pelantikan Presiden, BIN Deteksi Ada Rencana Serangan JAD
Perencanaan pembunuhan terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara, Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan, Gories Mere.
Diurai dalam dakwaan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat meminta majelis hakim untuk menolak eksepsi yang diajukan terdakwa Habil Marati.
Hal ini, karena surat dakwaan dari JPU sudah disusun secara lengkap, cermat, dan jelas.
"Menyatakan bahwa surat dakwaan sudah disusun dengan baik dan benar sesuai ketentuan peraturan perundang-perundangan yang berlaku. Oleh karenanya surat dakwaan dapat dijadikan dasar perumusan perkara ini," kata P Permana, JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (10/10/2019).
JPU mendakwa politisi PPP tersebut sebagai penyandang dana untuk pembelian empat pucuk senjata api dan 117 peluru tajam ilegal.
Habil disebut memberikan uang senilai 15 ribu dollar kepada Kivlan Zen, mantan Kepala Staf Kostrad untuk kepentingan operasional perencanaan pembunuhan.
Baca: Direktur RSUD Berkah Tempat Wiranto Dirawat Angkat Bicara Usai Sang Menkopolhukam Ditusuk
Perencanaan pembunuhan terhadap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara, Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan, Gories Mere
Permana menjelaskan, perbuatan terdakwa merupakan suatu perbuatan dari berbagai rangkaian dan peran dari masing-masing terdakwa.
Menurut dia, jika mencermati surat dakwaan sudah diterangkan secara tegas peran terdakwa membantu peran terdakwa lainnya dalam perkara ini.
Baca: Sebelas dari 17 Paus yang Terdampar di Perairan Sabu Raijua NTT Ditemukan Mati
Dia menegaskan, ada kesengajaan membantu terdakwa lainnya.
"Jika membaca surat dakwaan kesatu sudah sangat jelas peran dari masing-masing terdakwa baik menyuruh membeli senjata api, membantu membiayai pembelian senjata api, mencari dan membeli senjata api sampai menjual senjata api," kata dia.
Baca: Seputar Wanita Tersangka Penyerangan Menkopolhukam: Dikenal Tertutup
Untuk itu, dia meminta, majelis hakim menyatakan eksepsi penasihat hukum dan terdakwa tidak dapat diterima atau ditolak.
"Menerima pendapat atau tanggapan penuntut umum atas nota keberatan tim penasihat hukum dan terdakwa. Menyatakan perkara dilanjutkan ke tahap berikutnya," katanya.
Beban Moral
Terdakwa kasus dugaan perencanaan pembunuhan tokoh nasional, Habil Marati, merasa keberatan memakai rompi tahanan berwarna oranye di persidangan.
Menurut dia, memakai rompi tahanan tersebut membuat dirinya merasa terbebani secara psikis.
Hal ini disampaikan politisi PPP itu saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Kamis (10/10/2019).
"Apakah saudara dalam keadaan sehat?" tanya Haryono, selaku ketua majelis hakim kepada Habil Marati.
"Secara fisik alhamdulillah sehat. Psikologi saya beban memakai baju ini. Saya tidak perlu pakai baju ini. Ini beban moral," kata Habil Marati menjawab pertanyaan hakim.
Baca: Sesaat Usai Ditusuk, Ada Perempuan yang Berusaha Serang Wiranto
Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung menegaskan terdakwa memakai rompi tahanan merupakan standar operasional prosedur (SOP) yang sudah ditetapkan.
"Sesuai protap kami dari Kejaksaan Agung. Terdakwa untuk sidang mulai dari lembaga pemasyarakatan sampai pengadilan. Waktu sidang harus sesuai SOP memakai rompi," kata JPU.
Namun, hakim mempertanyakan mengapa Habil Marati baru memakai rompi tahanan di persidangan ini. Sementara itu, di persidangan sebelumnya tidak memakai rompi pada saat dihadirkan di kursi pesakitan.
"Kenapa baru sekarang?" tanya Haryono.
Akhirnya, majelis hakim menunda persidangan sekitar 10 menit. Majelis hakim menggelar diskusi singkat untuk menentukan apakah Habil Marati memakai rompi tahanan pada saat dihadirkan ke persidangan.
Majelis hakim memutuskan Habil Marati melepas rompi tahanan selama berada di persidangan. Habil membuka rompi tahanan itu, lalu, dia menyerahkan kepada JPU pada Kejaksaan Agung.
"Setelah musyawarah, karena selama ini juga terdakwa tidak mengenakan rompi. (terdakwa,-red) merasa tertekan psikis, untuk kali ini kita lepas dulu," kata Haryono.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.