Kak Seto Ingatkan Kabinet Baru Jokowi Tentang Dua 'PR' Lama
LPAI mengajak publik untuk kilas balik sekaligus mengingatkan Pemerintah terhadap dua peristiwa menyedihkan yang berhubungan langsung dengan anak-anak
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Pelindungan Anak Indonesia (LPAI) memberikan tanggapannya terkait pidato pelantikan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia pada 20 Oktober 2019 yang tidak menyinggung persoalan hukum, kemanusiaan, dan perlindungan warga negara.
LPAI mengajak publik untuk kilas balik sekaligus mengingatkan Pemerintah terhadap dua peristiwa menyedihkan yang berhubungan langsung dengan anak-anak.
Pertama, rangkaian demonstrasi 21-22 Mei yang berakibat empat anak meninggal dunia serta puluhan anak lainnya yang menjalani proses hukum dan rehabilitasi sosial tidak memperoleh kejelasan hingga kini.
Kedua, penanganan atas sekian banyak anak dan mahasiswa yang mengikuti aksi massa menjelang pengedahan sejumlah RUU pada September lalu.
Baca: BMKG: Peringatan Dini Jumat 25 Oktober 2019, Awas Cuaca Buruk dan Gelombang Tinggi Landa Indonesia
"Masalah anak-anak tersebut nampak buram, bahkan kian tenggelam, dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa lain," kata Ketua Umum LPAI
Seto Mulyadi dalam keterangan yang diterima, Kamis (24/10/2019).
Menurutnya, di saat semua pihak bersuka cita menyambut pemerintahan baru, termasuk pelantikan anggota kabinet baru, pada saat yang sama, LPAI pun bertanya.
"Siapa hari ini yang masih ingat dan masih memandang serius dua tragedi yang LPAI sebutkan tadi?" ujarnya.
Baca: Kemendes PDT Kerja Sama Dengan Kemenkominfo Penuhi Kebutuhan Internet di Desa
LPAI mengajak masyarakat untuk menaruh atensi lebih besar terhadap meninggalnya anak-anak dan proses hukum terhadap puluhan anak tersebut.
Hal tersebut menurutnya sangat dibutuhkan.
"Salah satu kepentingan yang harus diperjuangkan, di samping mencari tahu penyebab kejadian tersebut, adalah menemukan pihak yang telah menghabisi anak-anak malang tersebut serta memastikan adanya sanksi yang dijatuhkan kepada para pelaku nantinya," katanya.
LPAI memandang, puncak dari kepedulian kita adalah tersedianya ganti rugi (restitusi, bahkan kompensasi) bagi keluarga anak-anak tersebut.
Bentrokan antara masyarakat dan aparat kepolisian pada aksi Mei 2019 dan September berlangsung sangat mencekam.
Berbagai narasi tentang orkestrasi di balik aksi-aksi itu melipat-gandakan keseriusan kejadian tersebut.
"Sangat menyesakkan bahwa dalam malapetaka seekstrim itu negara gagal memberikan perlindungan, terutama bagi warga negaranya yang masih berusia kanak-kanak," katanya.
Baca: Canda Nila Moeloek: Biasanya Saya Manggilnya Hanya Pak Terawan, Sekarang Bapak Menteri
Pada aspek kegagalan negara itulah menurutnya letak penjelasan mengapa kompensasi harus ditunaikan.
Persoalan perlakuan terhadap anak-anak semakin penting jika semua pihak memahami pranata global Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan nomor 16 mengenai penghentian segala bentuk kekerasan terhadap anak serta penghentian tindakan penganiayaan, penelantaran, dan eksploitasi anak.
"Target ini bahkan sudah seharusnya dikedepankan melampaui target-target lainnya yang juga berkaitan dengan penghentian kekerasan," ujarnya.
Pemberian kompensasi bagi keluarga keempat korban anak-anak tersebut semestinya diprioritaskan.
"Inilah tombol yang LPAI tekan untuk memantik kementerian dan lembaga terkait untuk selekas mungkin dan setuntas mungkin mengambil langkah yang secara mutlak memperlihatkan keberpihakan kita pada anak-anak tersebut," katanya.
Secara khusus, desakan ini LPAI tujukan kepada Kapolri dan jajarannya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak beserta jajarannya, dan Menteri Sosial bersama jajarannya.
Anak-anak, dengan segala 'sebutlah' kerapuhannya, sangat berisiko menyandang status tumpang-tindih korban sekaligus pelaku.
Berhadapan dengan status ganda itu, sudah menjadi kepatutan bahwa penanganan anak selaku korban harus didahulukan oleh negara.
"Penanganan itu mencakup dimensi hukum, fisik, psikis, dan sosial anak," ujarnya.
Selain mengkritisi permasalahan tersebut, LPAI mengucapkan selamat bekerja kepada kabinet baru pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amien.
LPAI berharap fajar baru terbit bagi anak-anak Indonesia, teristimewa bagi mereka yang wafat dan teraniaya pada Mei dan September lalu.
LPAI mengutip perkataan Presiden Jokowi dan membawanya ke konteks terhadap dua peristiwa tersebut.
"Bahwa, yang utama itu bukan prosesnya, yang utama itu hasilnya. Cara mengeceknya itu mudah. Lihat saja ketika kita mengirim pesan melalui SMS atau WA. Ada sent, artinya telah terkirim. Ada delivered, artinya telah diterima. Tugas Pemerintah utamanya Polri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Kementerian Sosial adalah menjamin delivered, bukan hanya menjamin sent," jelasnya.
LPAI berharap penanganan kasus anak-anak terkait demonstrasi Mei dan September 2019 bukan hanya sending-sending saja.
"Making delivered. Itu yang LPAI jadikan sebagai standar pencapaian. Pelaku bertanggung jawab secara pidana, para korban kanak-kanak terpenuhi hak-haknya, dan memastikan tidak berulangnya kepiluan serupa. Begitu konkretnya," katanya.