Presiden KSPI Bilang Solusi Defisit BPJS Kesehatan dengan Tambah Peserta Pekerja Formal
Perpres, iuran kelas III naik dari Rp25.500 menjadi 42 ribu per peserta per bulan, kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu
Penulis: Ria anatasia
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak keputusan pemerintah untuk menaikkan besaran iuran BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2020 yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan akan ada demonstrasi besar dari para buruh dan masyarakat terhadap kebijakan tersebut.
"Akan ada gelombang demonstrasi besar dari masyarakat dan buruh untuk menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut, khususnya (besaran iuran) kelas III," kata Said saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (30/10/2019).
Sebagaimana diketahui, dalam Perpres tersebut, iuran kelas III naik dari Rp25.500 menjadi 42 ribu per peserta per bulan, kelas II naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu, dan kelas I dari 80 ribu menjadi 160 ribu.
Menurut Said, kenaikan iuran itu bisa pelanggan BPJS kesehatan, khususnya yang kelas III. Dia mengatakan, pemerintah harus sadar iuran BPJS akan ditanggung satu keluarga.
Jika dalam satu keluarga terdiri dari lima orang, maka untuk masyarakat yang mengambil iuran kelas 3 harus membayar Rp210 ribu per bulan.
Besaran tersebut, kata dia, sangat memberatkan masyarakat apalagi yang tinggal di wilayah dengan Upah Minimun Regional (UMR) rendah. Hal iti juga dikhawatirkan akan menurunkan daya beli masyarakat.
"Pendapatan masyarakat di setiap kab/ kota berbeda. Bagi masyarakat Jakarta yang berpenghasilan upah minimum Rp3,9 juta saja agak berat bayar iuran," kata Said.
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Apa Dampak untuk Masyarakat? Ini Jawabannya
"Apalagi bagi masyarakat di daerah dengan upah minimum kecil seperti Sragen, Jogja, Boyolali, Halmahera, Pacitan, Subang, Papua, Mamuju dan lainnya dengan penghasilan masyarakatnya dibawah Rp2 juta maka bayar iuran bpjs Rp 210 ribu perkeluarga tadi akan sangat berat dan akan menurunkan daya beli mereka sebesar 30 persen," lanjutnya.
Said Iqbal mengatakan, solusi defisit dana BPJS Kesehatan seharusnya bukan menaikan iuran, melainkan dengan cara menaikan jumlah peserta pekerja formal.
"Karena iuran mereka setiap tahun otomatis naik, saat ini jumlah pekerja formal yang menjadi peserta BPJS kesehatan hanya 30 persen dari total pekerja formal," jelasnya.
Selain itu, pemerintah disarankan menutup defisit dengan mengambil dana dari dana cukai rokok.
"Dan yang terakhir adalah menaimkan jumlah peserta (penerima bantuan iuran) PBI orang miskin dengqn nilai iuran PBI dinaikkan menjadi nilai keekonomian," ujarnya.