Sebelum Berangkat ke Amerika, Kemenlu Diminta Pastikan Tak Ada Penolakan Terhadap Prabowo
Hikmahanto menambahkan, jabatan resmi seperti menteri bukan jaminan seseorang bisa masuk ke AS.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menyarankan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI memastikan tak ada penolakan dari Amerika Serikat ( AS) sebelum Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berkunjung ke sana.
Hal itu disampaikan Hikmahanto menanggapi polemik yang menyebut bahwa Prabowo dulu tidak diperbolehkan mengunjungi AS namun kini telah diperbolehkan.
Ia mengatakan, Kemenlu RI perlu memastikan hal tersebut ke Kemenlu AS agar tak muncul kehebohan publik.
"Oleh karenanya bagi Menhan Prabowo bila hendak mengunjungi AS perlu dilakukan komunikasi antar-Kemenlu kedua negara untuk memastikan tidak ada penolakan," kata Hikmahanto melalui keterangan tertulis, Rabu (30/10/2019) seperti dikutip dari artikel Kompas.com berjudul "Sebelum Prabowo ke AS, Kemenlu Diminta Pastikan Tak Ada Penolakan".
"Penolakan saat kunjungan perlu dihindari agar tidak mengundang kehebohan publik di Indonesia yang akan mempengaruhi hubungan kedua negara," ujar dia.
Baca: Prabowo Dipastikan Tidak Akan Ambil Gajinya Sebagai Menteri Pertahanan RI
Baca: Komisi I Akan Panggil Menhan Prabowo Subianto Rapat di DPR, 2 Hal Ini Jadi Sorotan
Hikmahanto menambahkan, jabatan resmi seperti menteri bukan jaminan seseorang bisa masuk ke AS.
Dia mengingatkan saat masih menjabat Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo pernah ditolak masuk AS. Padahal saat itu Gatot adalah pimpinan TNI yang mendapat undangan resmi dari Pemerintah AS.
Hikmahanto mengatakan, perlu juga diwaspadai bagi aparat militer atau mantan aparat militer yang pernah terlibat dalam konflik bersenjata ketika diperbolehkan masuk ke AS.
Bukan tidak mungkin mereka mendapat surat panggilan menghadap ke pengadilan di AS. Panggilan menghadap pengadilan bisa muncul atas dasar gugatan dari korban atau keluarga korban.
Biasanya, para korban atau keluarganya memang menantikan saat pejabat atau mantan pejabat itu datang ke AS.
Hal itu pernah dialami mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso saat berkunjung ke Australia.
Mantan Kepala BIN itu pernah mendapat panggilan ke pengadilan di salah satu negara bagian di Australia karena keterlibatannya saat masih dinas di TNI kala bertugas di Timor Timur (kini Timor Leste).
Padahal, saat itu Sutiyoso sedang menjabat sebagai Gubernur DKI dan memperoleh undangan resmi dari mitra di Australia.
"Satu hal yang pasti diperbolehkan masuk tidaknya seorang warga asing ke AS, meski mempunyai kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan di suatu negara, sangat bergantung pada kebijakan pemerintah AS," ujar Hikmahanto.
"Ini merupakan kedaulatan AS yang tidak dapat diganggu gugat, sekalipun ada gugatan ke Pemerintah AS," kata dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.