Dulu Jadi Tim Kampanye di Pilpres, Nurul Arifin Tak Menyangka Kini Jadi Mitra Prabowo di Komisi I
Politikus Partai Golkar tersebut tak menyangka akan menjadi mitra kerja dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
Menurut Anton, pertama adalah terkait dengan janji Prabowo dalam debat Pilpres 2019 yang berencana membangun kembali sektor pertahanan RI untuk menjadi Macan Asia karena dinilai lemah.
Hal yang perlu diperhatikan Komisi I DPR RI adalah bagaimana langkah Prabowo sebagai Menteri Pertahanan untuk memajukan kemampuan pertahanan.
Baca: Sandiaga Uno dan Soetrisno Bachir Akan Berbagi Pengalaman Kelola Bisnis Dengan Anak Muda Yogyakarta
"Menjadi penting bagi Parlemen khususnya Komisi I untuk menyoroti apa program dan rencana strategis Prabowo dalam membangun sektor pertahanan ke depan?" kata Anton saat dihubungi Tribunnews.com pada Selasa (29/10/2019).
Hal kedua yang perlu disoroti oleh Komisi I DPR adalah terkait anggaran.
Menurutnya, itu karena dalam lima tahun terakhir ini, Presiden Joko Widodo sudah menaikkan anggaran pertahanan yang cukup signifikan.
Bahkan, menurutnya sepanjang 2014-2018, anggaran pertahanan Indonesia sudah berada lebih dari 1% Produk Domestik Bruto.
Menurut Anton, sekalipun meleset dari target 1,5% dari PDB, nilai anggaran pertahanan Indonesia sudah cukup besar.
"Sayangnya, selama periode pemerintahan Jokowi pertama, pengelolaan anggaran pertahanan masih belum memuaskan. Bahkan, pada tahun 2016, serapan anggaran pertahanan hanya mencapai 87,3 persen dari total anggaran Rp 112,3 triliun," kata Anton.
Baca: Setelah Jadi Menhan, Prabowo Kini Diizinkan Masuk Amerika
Selain itu, menurutnya peningkatan anggaran pertahanan juga tidak terlalu memberi kontribusi positif terhadap modernisasi alutsista.
Ia mengatakan, hal itu ditandai dengan semakin menurunnya proporsi alokasi modernisasi alutsista di dalam anggaran pertahanan.
"Tahun 2018 lalu hanya mencapai 9,1 persen dari total Rp 106,6 triliun, tahun 2019 ini turun lagi menjadi 8,58 persen dari total Rp 109,5 triliun. Dan tahun 2020 mendatang hanya dialokasikan 9,11 persen dari total anggaran 131,2 triliun," kata Anton.
Ia menilai, penurunan proporsi alokasi modernisasi alutsista ini tidak boleh dibiarkan begitu saja sebab percepatan modernisasi persenjataan Indonesia semestinya merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari kebijakan kenaikan anggaran pertahanan.
Menurutnya, di sisi lain, hasil audit BPK terhadap anggaran pertahanan juga sama.
Ia mengatakan, sepanjang 2015-2018, BPK hanya memberi penilaian Wajar Dengan Pengecualian dan baru tahun 2019, diberikan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian.