Kalah di Pilpres, NasDem Puji PKS yang Memilih Jadi Oposisi
Ia membenarkan bahwa partainya dengan PKS sepakat bahwa demokrasi di Indonesia harus sehat dengan adanya oposisi.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Fraksi dan juga ketua NasDem Jawa Barat Saan Mustopa ikut dalam rombongan pimpinan NasDem yang bertemu dengan elite PKS pada Rabu (21/10/2019) malam.
Ia membenarkan bahwa partainya dengan PKS sepakat bahwa demokrasi di Indonesia harus sehat dengan adanya oposisi.
"Bahwa kita semua sepakat, bahwa kita membutuhkan demokrasi yang sehat, demokrasi yang berkualitas, maka dalam demokrasi yang berkualitas perlu yang namanya check and balances," kata Saan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (31/10/2019).
Oleh karena itu, menurut Saan, partainya dan PKS saling mengapresiasi posisi politik ke dua partai.
Baca: Jawab Kritik Anies, Ahok Bilang Sistem e-Budgeting Baik Jika Tidak Ada Niat Maling
Terutama NasDem yang mengapresiasi sikap PKS teguh berada dijalur oposisi karena merupakan partai yang kalah di Pilpres 2019.
"Karena itu adalah kewajaran politik wajar kalau yang kalah menempatkan posisi di luar, dengan posisi menjadi pengkritik pemerintah untuk mengawasi pemerintah dan pemenang ada di dalam dan kita apresiasi langkah PKS itu yang konsisten di situ dan PKS juga menghargai posisi Nasdem sebagai kelompok partai pemenang," katanya.
Meskipun demikian, menurut Saan bukan berarti partainya mempermasalahkan bergabungnya Gerindra ke pemerintahan dengan menempati dua pos menteri yakni Menteri Pertahanan dan Menteri Kelautan dan perikanan.
NasDem mengerti Presiden Jokowi merangkul Gerindra untuk menyatukan masyarakat yang terbelah akibat Pemilu 2019 lalu.
"Menurut saya cara untuk kembali menyatukan masyarakat yang terbelah adalah menarik pimpinan sekutu (lawan politik) utama ke dalam pemerintah," pungkasnya.
Sebelumnya, Partai NasDem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersepakat berjuang bersama-sama dalam memperkuat fungsi pengawasan di DPR RI.
Kesepatanan itu tertuang dalam pertemuan antara Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh beserta jajaran DPP partainya dan Ketua Umum PKS Sohibul Iman beserta jajaran DPP partainya, di Kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu (30/10/2019).
Pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih 1 jam itu, menghasilkan tiga kesepakatan NasDem-PKS.
Sekretaris Jenderal PKS Mustafa Kamal pun membacakan hasil kesepakaran dimana kedua partai menghargai pilihan politik masing-masing tapi tetap berjuang bersama memperkuat demokrasi.
"Pertama, saling menghormati sikap konstitusional dan pilihan politik masing-masing partai. Partai NasDem menghormati sikap dan pilihan politik PKS untuk berjuang membangun bangsa dan negara di luar pemerintahan. Di saat yang sama, PKS juga menghormati sikap dan pilihan politik NasDem yang berjuang di dalam pemerintahan," kata Mustafa Kamal.
"Perbedaan sikap politik kedua partai tersebut tidak menjadi penghalang bagi NasDem dan PKS untuk berjuang bersama menjaga demokrasi agar tetap sehat dengan memperkuat fungsi checks and balances di DPR. Demokrasi yang sehat itu penting untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia, baik di bidang politik, ekonomi, keagamaan, pendidikan, kesehatan, budaya dan lainnya," tambahnya.
Baca: NasDem Ingin Pastikan PKS Clear dari Kelompok Intoleran
Kesepahaman kedua antara PKS dan NasDem, kata Mustafa, adalah soal kedaulatan NKRI.
PKS-NasDem tidak akan memberi tempat untuk gerakan separatisme, terorisme hingga radikalisme.
"Serta tidak memberikan tempat kepada tindakan separatisme, terorisme, radikalisme, intoleransi, dan lainnya yang bertentangan dengan 4 konsensus dasar kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Mustafa.
Ketiga, lanjut Mustafa, PKS-NasDem menyadari bangsa ini diperjuangkan oleh para pendiri bangsa dari kelompok nasionalis dan kelompok Islam.
"generasi penerus dari 2 komponen bangsa tersebut harus mampu menjaga warisan sejarah pendiri bangsa ini dengan saling menghormati saling memahami dan saling bekerja sama dalam rangka menjaga kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan partai atau golongan," jelasnya.