Sinyal Koalisi Jokowi-Ma'ruf yang Mulai Rapuh oleh Manuver Politik Dua Kaki Partai Nasdem
Partai Nasdem yang menjadi bagian dari koalisi pendukung pemerintah dianggap bermanuver dan berupaya membangun poros politik baru.
Editor: Choirul Arifin
"Namanya komitmen itu ada loyalitas dan kesetiaan," kata Arif.
Ia mengkritik kesepakatan antara Nasdem dan PKS terkait penguatan fungsi check and balance di DPR.
Menurut dia, fungsi check and balance seharusnya dijalankan oleh parpol yang berada di luar pemerintahan.
Poros koalisi baru
Sementara itu, Sekjen Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus menilai pertemuan antara Surya Paloh dan Sohibul Iman tidak bisa dilepaskan dari kontestasi Pilpres 2024.
"Tentunya ini kan terkait dengan 2024, ini sudah jelas 2024 itu siapa ke mana. langkah-langkah itu yang mungkin dilakukan oleh Pak Surya Paloh," ujar Lodewijk.
Meski pilpres baru akan digelar dalam lima tahun ke depan, ia menganggap wajar jika ada parpol yang mulai melakukan manuver politik sejak sekarang.
Menurut Lodewijk, komunikasi politik harus segera dibangun sebagai upaya awal penjajakan masing-masing partai.
"Ya masih jauh, tetapi namanya komunikasi politik itu mereka mungkin mulai melihat kira-kira link-nya ke mana, penjajakan gitu. saya pikir, kalau dalam politik itu wajar-wajar saja," kata dia.
Lodewijk memprediksi pertemuan antara Nasdem dan PKS akan memunculkan poros koalisi baru.
Munculnya poros koalisi baru terjadi karena Presiden Joko Widodo tidak dapat lagi diusung sebagai capres di 2024 karena telah menjabat selama dua periode.
Dengan demikian, parpol akan mulai mencari figur baru untuk dicalonkan. Tidak menutup kemungkinan parpol pendukung pemerintah akan berkoalisi dengan parpol yang berada di luar pemerintahan.
"Kita tinggal lihat berapa tahun ini (koalisi pendukung pemerintah) akan bertahan dan setelah itu, orang mulai melihat, mulai membayangkan koalisi-koalisi baru untuk tahun 2024," ucap Lodewijk.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa.