Wasekjen MUI: Diksi Manipulator Agama Kurang Tepat
Terlebih, penggunaan istilah baru itu ditujukan bagi orang yang memiliki paham radikal
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Amirsyah Tambunan mengatakan, penggunaan istilah radikalisme diganti dengan manipulator agama kurang tepat.
Terlebih, penggunaan istilah baru itu ditujukan bagi orang yang memiliki paham radikal.
Baca: Di Depan Fadli Zon, Politisi NasDem Kritik Gerindra Masuk Koalisi: Saya Yakin Betul Dia Tak Nyaman
"Manipulator agama itu menurut saya kurang tepat digunakan, diksi yang kurang tepat. Kenapa? karena sebenarnya setiap orang beragama itu pasti ingin mencapai kebahagiaan, kedamaian, ketenangan, kerukunan," ujar Amirsyah saat dihubungi, Jumat (1/11/2019).
"Nah orang yang melakukan manipulasi terhadap agama adalah orang yang tentu punya niat, cara, dan praktek beragama yang tidak baik. Itulah sesungguhnya yang harus kita cegah," sambungnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar istilah radikalisme diganti dengan manipulator agama.
Amirsyah pun menambahkan, apapun istilah diksi yang digunakan ada baiknya harus melalui telaah dan kajian secara cermat agar tidak menimbulkan kontraproduktif di masyarakat.
"Oleh karena itu, kata manipulator sebaiknya kita pertimbangkan dengan kata yang lebih elegan, lebih tepat yaitu penyalahgunaan agama atau salah paham terhadap agama," ucap Amirsyah.
Terkait istilah manipulator agama, ia pun menjelaskan arti kata dari manipulator yang mana tor berarti orang, dan jika diartikan menjadi orang yang melakukan penipuan terhadap agama.
Menurutnya, manipulator yang berasal dari kata manipulasi lebih tepat digunakan kepada hal-hal yang istilah atau diksi bersifat ekonomi, polisi, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, alangkah lebih baik disebut sebagai penyalahgunaan agama atau salah paham terhadap agama.
Amirsyah juga menyebut, pemahaman agama yang dangkal maka perlu diluruskan pemahamannya mengenai agama.
"Caranya bagaimana? caranya kita harus memberikan pemahaman agama yang benar, kalau dalam Islam itu berdasarkan Alquran dan Hadist, kalau dalam agama lain tentu berdasarkan agama masing-masing," katanya.