Pengamat: Perppu KPK Tidak Diterbitkan, Sinyal Kembali Lahirnya Orde Baru
tidak dikeluarkannya Perppu KPK harus dilihat dalam konteks yang lebih besar, yakni pelemahan pemberantasan korupsi
Penulis: Gita Irawan
Editor: Sanusi
Peneliti Transparency International Indonesia Agus Sarwono menilai jika Presiden Jokowi tidak menerbitkan Perppu KPK, maka Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia akan anjlok.
Menurutnya pernyataan Jokowi yang menyebutkan akan melantik Dewan Pengawas KPK berbarengan dengan pimpinan KPK terpilih, merupakan sinyal kuat Jokowi tidak akan menerbitkan Perppu KPK untuk Undang-Undang KPK nomor 19/2019.
Baca: Jokowi Beri Waktu Kapolri Idham Azis untuk Mengusut Kasus Novel Baswedan hingga Awal Desember
Baca: Kapolri Diberi Waktu Sebulan untuk Tuntaskan Kasus Novel, ICW: Janji Manis
Baca: Pesan Presiden FIFA untuk PSSI: Semoga Segera Stabil
Menurutnya, hal itu akan berdampak pada menurunnya skor pada aspek penindakan hukum terhadap korupsi di Indonesia, karena Undang-Undang KPK nomor 19/2019 telah memangkas kewenangan penindakan KPK.
"Saya cukup yakin indeks persepsi korupsi kita kedepannya akan anjlok," kata Agus dalam diskusi di kantor ICW Jakarta Selatan, Minggu (3/11/2019).
Menurutnya, menurunnya indeks perspsi korupsi Indonesia akan berdampak langsung pada sisi ekonomi karena pemberantasan korupsi yang baik akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Hal itu mengingat kualitas barang dan jasa yang beredar di masyarakat akan meningkat jika pemberantasan korupsi berjalan baik.
Lebih jauh, ia menilai turunnya indeks perspesi korupsi di Indonesia akan berdampak pada tingkat kepercayaan investasi di Indonesia.
"Sekarang investor agak malas datang ke Indonesia kalau ternyata korupsinya masih sangat besar," kata Agus.
Meski begitu, ia belum bisa memastikan akan seperti apa indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2019 yang kemungkinan akan dirilis pada Januari atau Februari tahun depan.
Meski ia mengatakan bahwa tren indeks persepsi korupsi di Indonesia terus naik selama 15 tahun ke belakang, namun menurutnya kenaikan tersebut tidak signifikan.
"Kalau dilihat dari trennya naik dari 15 tahun terakhir. Tapi titpis-tipis. Naik satu poin satu poin. Era SBY dan Jokowi sama-sama mengalami stagnansi dua kali," kata Agus.
Ia juga mengungkapkan, meski secara global tren Indeks Perspesi Korupsi mengalami stagnansi sejak 2015 namun ia mengingatkan pencapaian Indonesia masih jauh dari target Jokowi pada program Ststegi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
"Secara global, sejak di 2015 rata-rata global itu stagnan di angka 43.0 paling buruk, 100 paling buruk. Kalau kita kan 38 tahun kemarin dan di Stranas PK targetnya Jokowi itu 45. Itu sangat jauh," kata Agus.
Tidak Akan Tersinggung
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.