Ini Syarat Jadi Dewan Pengawas KPK, Bagaimana Peluang Ahok?
Para pegiat antikorupsi dan Wadah Pegawai KPK mendesak Presiden Jokowi berhati-hati menunjuk lima anggota Dewan Pengawas KPK.
Editor: Hasanudin Aco
Sedari awal Pukat UGM menolak keras pembentukan Dewan Pengawas lantaran memiliki kewenangan pro-justicia yakni memberi izin penyadapan, penggeledehan, dan penyitaan.
Semua wewenangan itu, menurut Zaenur, adalah otoritas penegak hukum yang semestinya tidak dilakukan oleh institusi maupun pejabat selain penegak hukum.
"Jadi ini sangat keliru secara konsep. Sementara pengawasannya itu untuk dua hal, masalah etika dan pengawasan kinerja," tukasnya.
Karena otoritas yang besar itulah, fungsi Dewan Pengawas bukan lagi mengawasi tapi mengontrol lembaga anti-rasuah tersebut. Imbasnya, kata dia, KPK "tunduk pada kekuasaan."
"KPK dalam kontrol kekuasaan. Sebab yang ditakutkan selama ini KPK menyadap elite politik, pengusaha. Nah itu kemudian dikontrol lewat dewan ini."
Lebih dari itu Zaenur juga menuturkan, posisi Dewan Pengawas amat berbahaya bagi independensi KPK karena tak diikat oleh aturan yang melarang berhubungan dengan pihak berperkara layaknya para pegawai dan pimpinan.
"Nah ini tidak dibebankan kepada Dewan Pengawas. Dengan ketiadaan ancaman pidana bagi mereka dalam menjalin hubungan dengan pihak yang berperkara sangat mungkin nanti Dewan Pengawas menjalin hubungan," katanya.
Bagaimana peluang Ahok?
Jika membaca syarat Dewan Pengawas KPK yang disebutkan di atas lalu bagaimana peluang eks gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diusulkan sejumlah kalangan.
Ahok kini merupakan anggota partai PDI Perjuangan, parpol pendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
Diberitakan sebelumnya, muncul suara-suara dukungan di media sosial untuk mencalonkan eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai dewan pengawas KPK.
Wacana ini muncul di tengah ramainya pembahasan APBD DKI Jakarta yang banyak disorot publik.
Setidaknya akun twitter Rudi Valinka@kurawa mensosialisasikan wacana itu.
Di twitter-nya, dia menulis "Kalo kalian setuju Ahok @basuki_btp kita ajukan menjadi salah satu calon anggota Dewan Pengawas KPK RI maka silahkan Rituit Tantangan 10.000 rituit bisa tercapai gak ? Supaya twit ini sampai ke tangan pak@jokowi".
Hingga Senin pagi, cuitan tersebut telah di-retweet hingga 17 ribu kali.
Baca: Pakar Hukum: Jokowi Jangan Pilih Kader Parpol untuk Jadi Dewan Pengawas KPK
Baca: Dewan Pengawas KPK akan Dilantik Tanpa Melalui Pansel, Jokowi: Percayalah, Kredibilitas Mereka Baik
Baca: Revisi UU KPK Sudah Berlaku, Bagaimana Kabar Dewan Pengawas?
Selain Ahok, nama Antasari Azhar juga disebut berpeluang jadi Dewan Pengawas KPK.
Diketahui, kepada wartawan di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo akan menunjuk langsung Dewan Pengawas KPK.
Beberapa waktu lalu juga muncul isu yang menyebut Dewan Pengawas KPK akan diisi Antasari Azhar dan Basuki Tjahaja Purnama BTP atau Ahok.
Dilansir dari Kompas.com, Presiden Joko Widodo tidak menggunakan panitia seleksi untuk menentukan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Presiden Joko Widodo akan menunjuk langsung orang yang akan mengisi jabatan dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Untuk pertama kalinya tidak lewat pansel," kata Presiden Joko Widodo saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019) sore.
UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK mengatur ketua dan anggota dewan pengawas dipilih oleh Presiden melalui panitia seleksi.
Namun, ada pasal Pasal 69 A ayat (1) yang mengatur bahwa ketua dan anggota dewan pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik.
"Tapi percayalah yang terpilih nanti adalah beliau-beliau yang memiliki kredibilitas yang baik," kata Jokowi.
Jokowi mengaku saat ini ia sudah mendapat masukan-masukan terkait sosok yang akan ia pilih untuk duduk sebagai dewan pengawas KPK.
Pelantikan dewan pengawas nantinya akan berbarengan dengan pelantikan pimpinan KPK periode 2019-2023 yang sudah terpilih.
Isu Ahok dan Antasari Azhar Masuk
Bebeberapa waktu lalu juga beredar informasi bahwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, bersama Antasari Azhar menjadi Dewan Pengawas KPK.
Diketahui, revisi UU KPK membuat lembaga antirasuah itu bakal memiliki Dewan Pengawas KPK.
Dilansir dari Kompas.com, di media sosial dan pesan aplikasi WhatsApp beredar sebuah unggahan konten yang memuat foto mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Antasari Azhar.
Keduanya disebut telah dipilih sebagai Dewan Pengawas KPK.
Foto itu disertai tulisan, "Selamat dan Sukses Kami Ucapkan atas Terpilihnya Basuki Tjahaja Purnama dan Antasari Azhar Sebagai Dewan Pengawas KPK.
Musnahkan Kelompok Taliban di tubuh KPK Agar tidak dijadikan untuk kepentingan politik".
Peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW Kurnia Ramadhana menilai konten semacam itu merupakan informasi palsu atau hoaks.
Kurnia pun mengungkap sejumlah alasan kenapa informasi semacam itu patut disebut sebagai hoaks.
"Banyak sekali hoaks yang beredar ya, di media sosial.
Padahal UU KPK yang baru (hasil revisi) kan belum disahkan, dan belum bisa diterapkan," kata Kurnia saat ditemui di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Minggu (6/10/2019).
Ketentuan Dewan Pengawas KPK memang baru dicantumkan setelah DPR dan pemerintah melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pengesahan baru dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR pada 17 September 2019.
Saat ini, UU KPK hasil revisi baru saja dikembalikan Istana Kepresidenan ke DPR karena ada salah ketik.
Dengan demikian, informasi bahwa Ahok dan Antasari Azhar telah dipilih sebagai Dewan Pengawas KPK jelas hoaks.
"Maka dari itu harusnya tidak ada berita-berita yang mengatakan tentang adanya anggota dewan pengawas yang baru atau yang sudah dipilih," ujar Kurnia.
Kurnia juga mempertanyakan muatan konten tersebut bahwa ada kelompok Taliban di KPK.
Selama ini, Taliban dikenal sebagai kelompok berkuasa di Afghanistan yang memperlakukan ajaran radikal.
"Pihak yang menuding isu Taliban dan lain-lain itu harusnya yang bersangkutan bisa menjelaskan Taliban seperti apa?
Buktinya apa?
Tudingan itu apakah ada pembuktian yang dilakukan?" kata Kurnia.
Selembar kain hitam yang menutupi logo KPK tersibak saat berlangsungnya aksi dukungan untuk komisi anti rasuah itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Ia menilai, isu-isu semacam itu dihembuskan pihak tertentu yang tidak suka dengan perkembangan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
Kurnia juga memandang, isu itu tidak sehat karena menggeser perdebatan dari persoalan penyelamatan KPK yang lebih penting ke persoalan yang tidak substansial.
"Ini kan tidak baik ya untuk pencerdasan masyarakat.
Kami berharap masyarakat selalu cek beberapa pemberitaan terkait tudingan kepada KPK.
Banyak sekali media kredibel yang dijadikan rujukan untuk menilai apakah informasi narasi itu benar atau salah," kata dia.
"Jangan sampai terjebak pada narasi pihak tertentu yang memang tidak senang dengan KPK yang mengeluarkan pendapat yang tidak ada obyektivitasnya.
Hanya pendapat yang subyektif sehingga masyarakat justru dikaburkan pandangannya," ujar Kurnia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.