Mantan Wakil Ketua MA Gugat UU BPJS Persoalkan Peleburan Taspen
Ia bersama 14 pensiunan PNS telah menikmati manfaat dari kehadiran TASPEN sebagai penyelenggara "Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pens
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA), Prof Dr H. Mohammad Saleh, SH, MH dan 14 pemohon menggugat Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ia bersama 14 pemohon lainnya mengajukan Permohonan Pengujian Konstitusionalitas Pasal I angka I, Pasal 5 ayat (2), Pasal 57 huruf (f), Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 66 UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
M Saleh bersama 14 pensiunan PNS lainnya menggugat rencana peleburan PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) ke dalam BPJS. Rencananya peleburan TASPEN ke dalam BPJS akan dilakukan pada 2029.
Ia bersama 14 pensiunan PNS telah menikmati manfaat dari kehadiran TASPEN sebagai penyelenggara "Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun."
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Peserta Pilih Turun Kelas daripada Harus Bayar Dua Kali Lipat
Namun bilamana program tersebut dialihkan dari TASPEN ke BPJS sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2) juncto Pasal 66 UU 24/2011, maka para pemohon sangat berkeberatan.
"Karena akan mengalami kerugian/berpotensi berkurangnya nilai manfaat dan hilangnya layanan yang terbaik yang diberikan TASPEN, yang telah dirasakan keuntungan/manfaatnya oleh para pemohon," demikian disampaikan M Saleh dalam permohonannya yang dikuasakan kepada M Andi Asrun sebagaimana dilansir website MK, Selasa (12/11/2019).
Para pemohon menganggap hak dan/atau hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan oleh berlakunya Pasal 1 angka I, Pasal 5 ayat (2), Pasal1 57 huruf (f), Pasal 65 ayat(2) dan Pasal 66 UU 24/2011.
Pasal 65 ayat (2) UU 24/2011 menyatakan, "PT TASPEN (Persero) menyelesaikan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029."
Pasal 66 UU 24/2011 menyatakan, "Ketentuan mengenai tata cara pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun dan PT ASABRI (Persero) dan pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun dari PT TASPEN (Persero) ke BPJS Ketenagakerjan diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Hak-hak konstitusional PARA PEMOHON yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah, pertama Pasal 28H ayat(3) UUD 1945 menyatakan, "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat."
Kedua, Pasal 34 ayat(2) UUD 1945 menyatakan, "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan."
"Bahwa dengan berlakunya norma Pasal 57 huruf f, Pasal 65 ayat(2) dan Pasal 66 UU 24/2011, maka dengan terjadi pengalihan program "program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun" dari TASPEN ke BPJS Ketenagakerjaan berpotensi merugikan Para Pemohon," jelas M Saleh.
Adapun gambaran potensi kerugian yang akan dialami Para Pemohon adalah, pertama terkait adanya ketentuan "Pasal 1 angka 1" UU 24/2011."
Hal itu berpotensi menghilangkan hakkonstitusional Para Pemohon dalam memperoleh "Program Tabungangan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun" yang merupakan wujud perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai penghargaan atas pengabdian Para Pemohon yang dikelola secara khusus oleh TASPEN, jika dimaknai bahwa penyelenggaraan 'Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun" hanya dilaksanakan oleh BPJS.
Kedua, adanya ketentuan "Pasa1 5 ayat (2) UU 24/2011" yang hanya menetapkan "BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial", maka hak konstitusional Para Pemohon dalam memperoleh "Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun" yang dikelola khusus oleh TASPEN berpotensi dirugikan karena akan menurunkan standar layanan prima dan manfaat yang diperoleh/akan diperoleh Para Pemohon.
Ketiga, dengan adanya norma Pasal 57 huruf f, Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 66 UU 24/2011, "Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun" yang merupakan wujud perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai penghargaan atas pengabdian Para Pemohon yang selama ini dikelola secara khusus oleh TASPEN dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.
Baca: Spanduk Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dibentangkan di Depan Komisi IX DPR
Hal tersebut menimbulkan kerugian hak konstitusional bagi Para Pemohon untuk memperoleh hak atas jaminan Sosial yang memungkinkan pengembangan diri para pemohon secara utuh sebagai manusia yang bermartabat mengingat para pemohon berkedudukan sebagai aparatur sipil negara (ASN) yang memiliki fungsi dan tugas sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik dan sebagai perekat dan pemersatu bangsa dan menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan NKRI sehingga Pemerintah memberikan "Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun" sebagai hak dan sebagai penghargaan atas pengabdian Para Pemohon.
"Bahwa adanya ketentuan "Pasal 57 huraf f, Pasal 65 ayat (2) dan Pasal 66 UU 24/2011," sangat jelas bertentangan dengan doktrin hukum bahwa setiap perubahan undang-undang harus menguntungkan "subjek" yang diatur, yaitu dalam hal ini Para Pemohon sebagai peserta "Program Tabungan Hari Tua dan Program Pembayaran Pensiun yang diselenggarakan secara khusus o1eh TASPEN," tegasnya. (*)