Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presidum Mafindo Ungkap Usia-Usia yang Mudah Terpengaruh Hoaks, Usia 25-45 Tahun Paling Rentan

Usia produktif yakni antara 25-45 tahun paling rentan terpengaruh berita hoaks tentang kesehatan, kriminal, penculikan anak, bencana alam.

Penulis: Rica Agustina
Editor: Ayu Miftakhul Husna
zoom-in Presidum Mafindo Ungkap Usia-Usia yang Mudah Terpengaruh Hoaks, Usia 25-45 Tahun Paling Rentan
Thinkstock
Ilustrasi hoaks 

TRIBUNNEWS.COM - Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Anita Wahid mengungkapkan, usia seseorang yang paling rentan terpengaruh berita hoaks yakni mereka yang berada di usia produktif antara 25-45 tahun.

Seseorang yang berada di usia produktif antara 25-45 tahun, biasanya mempunyai tingkat kewaspadaan yang tinggi, karena mereka mengawasi kelompok usia di bawahnya dan kelompok usia di atasnya.

"Kelompok produktif ini (usia antara 25-45 tahun) menjadi mudah dipengaruhi karena mereka ingin melindungi keluarga mereka dari informasi yang mengancam keamanan dan keselamatan keluarga," kata Anita saat diwawancarai wartawan Tribunnews (10/11/2019), di Yogyakarta.

Anita menyatakan, mereka yang berada di kelompok usia produktif rentan sekali mendapat berita hoaks terkait kesehatan, kriminal, penculikan anak, dan bencana alam.

Presidium Mafindo, Anita Wahid
Presidium Mafindo, Anita Wahid (TRIBUNNEWS.COM/RICA AGUSTINA)

Selain itu, pada usia 25 tahun ke bawah dan45 tahun keatas juga rentan terkena berita hoaks.

Menurut Anita, kelompok manusia diusia 25 tahun ke bawah rentan terpengaruh berita hoaks yang berasal dari kelompok pergaulannya.

Pada usia ini, mereka lahir di era teknologi digital yang canggih dan mereka mampu mengecek informasi sendiri-sendiri.

Berita Rekomendasi

Namun, secara psikologis manusia yang berada diusia ini butuh diterima orang lain terutama teman-teman bermainnya.

Sehingga, mereka akan cenderung mengecek kebenaran suatu informasi pada teman-temannya.

"Pada usia 25 tahun ke bawah, tempat mereka mengecek informasi adalah teman-temannya, kalau teman-temannya termakan hoaks, merka akan ikut-ikutan, tapi kalau teman-temannya yang menyebarkan hoaks, mereka tidak berani menegur karena takut tidak diterima," kata Anita.

Sementara itu, mereka yang berada di kelompok usia 45 tahun ke atas juga rentan termakan berita hoaks.

Mereka yang berada di kelompok ini adalah mereka yang terbiasa dengan berita yang didapatkan dari koran, majalah, televisi, dan radio.

Sumber berita tersebut sudah mereka ketahui instansinya, redakturnya, reporternya, sehingga mereka beranggapan keakuratan berita dari sumber tersebut terpercaya dan benar.

"Pada usia ini mereka terbiasa dengan media berita yang sudah mereka ketahui sumbernya, kemudian mereka memeperlakukan semua berita yang ada di ponsel mereka saat ini sama dengan media berita zaman dulu," kata Anita.

Mafindo Sebut Sebaran Hoaks Terus Meningkat, Kini Capai 100 Hoaks per Bulan

Aktivis yang tergabung dalam Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo).
Aktivis yang tergabung dalam Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sebaran berita hoaks (berita palsu) dari tahun ke tahun terus meningkat.

Hal itu setidaknya berdasarkan data sebaran hoaks yang ditangani Mafindo dari tahun ke tahun.

Menurut keterangan Presidium Mafindo, Anita Wahid, sebaran hoaks yang awalnya hanya 10 hoaks per bulan kini meningkat hingga 100 hoaks per bulan.

Pada 2015, rata-rata hoaks yang ditangani Mafindo perbulannya yakni 10 hoaks.

Pada 2016 meningkat hampir tiga kali lipat menjadi 27 hoaks per bulan.

Kemudian, pada 2017 bertepatan dengan kasus Pilkada DKI Jakarta dan kasus Rohingnya, hoaks yang ditangani Mafindo mejadi rata-rata 58 hoaks per bulan.

Pada 2018, semakin meningkat menjadi rata-rata 87 hoaks perbulan.

"Di tahun 2019 yang belum selesai ini, hoaksnya rata-rata sudah 100 hoaks perbulan. Semakin meningkat seiring banyaknya media informasi dan bertepatan dengan Pemilu 2019," ungkap Anita.

Adanya komunitas Mafindo ini untuk memelopori inisiatif anti hoaks, di antaranya edukasi literasi dikital untuk publik, cekfakta.com, dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang hoaks dan bahayanya.

Profil Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo)

Mafindo merupakan organisasi masyarakat sipil yang didirikan pada 19 November 2016.

Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo).
Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo). (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

Program yang dilakukan Mafindo yakni melawan hoaks.

Komunitas Mafindo sudah tersebar di seluruh Indonesia dan mendapatkan dukungan dari pemerintah.

Relawan Mafindo terdiri dari berbagai latar belakang, di antaranya; Mahasiswa, Guru, Dosen, Artis, Pegawai Swasta, Ibu Rumah Tangga.

Sekitar 12 dari 17 Koordinator Wilayah adalah perempuan dan Per Agustus 2019, jumlah relawan tercatat 528 orang yang tersebar diberbagai wilayah.

Cara untuk menjadi relawan, yakni degan registrasi di situs laman Mafindo (mafindo.or.id).

Tidak ada syarat dan ketentuan khusus untuk menjadi relawan, yang menjadi tolok ukur yakni motifasi dari calon relawan apakah sesuai ketentuan dari Mafindo atau tidak.

Visi

1. Menjadi organisasi masyarakat yang independen dan dinamis yang berpartisipasi aktif untuk mencerahkan dan mengembangkan kemampuan publik untuk berpikir kritis.

2. Meningkatkan kewaspadaan publik terhadap bahaya hoaks, ujaran kebencian, dan provokasi.

3. Mewujudkan masyarakat sipil yang aktif, damai, dan sejahtera.

Misi

1. Bekerjasama dengan pihak lain dalam upaya memerangi hoaks dan ujaran kebencian.

2. Mengembangkan organisasi yang kuat, kredibel, dan akuntabel untuk mencapai tujuannya.

3. Menggabungkan semua aspek sosial positif untuk menciptakan masyarakat yang terdidi dan anti-hoaks.

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas