Konsumsi Lebih Tinggi dari Produksi, 4 Alasan Pentingnya Pengelolaan Migas
Pada 2003, jumlah produksi dan konsumsi minyak di Indonesia memiliki angka yang sama, sekitar 1,2 juta barrel per hari. Namun, data pada 2018 menunjuk
TRIBUNNEWS.COM – Berdasarkan data dari BP Global Company 2019, mencatat pola produksi dan konsumsi minyak Indonesia pada 2000 sampai 2018.
Data tersebut memaparkan, pada 2000 Indonesia sukses memproduksi minyak hingga 1,5 juta barrel per hari. Sedangkan untuk konsumsi, jumlahnya mencapai 1,1 juta barrel per hari.
Berlanjut pada 2003, jumlah produksi dan konsumsi minyak di Indonesia memiliki angka yang sama, sekitar 1,2 juta barrel per hari. Namun, data pada 2018 menunjukkan, jumlah konsumsi minyak lebih tinggi daripada jumlah produksi minyak di Indonesia, yakni mencapai 1,8 juta barrel per hari.
Jika dibandingkan dengan angka produksi, minyak Indonesia hanya sebesar 808,483 barrel per hari.
Minyak sempat menjadi tulang punggung Indonesia
Melihat data di atas, Indonesia perlu belajar dari tahun 1970-an dengan angka produksi yang lebih besar dari jumlah konsumsi.
Produksi minyak yang mencapai 1,6 juta barrel per hari, mampu menampung kebutuhan di dalam negeri yang mencapai 500.000 barrel per hari.
Bahkan, dikutip dari Harian Kompas edisi 6 April 1974, produksi minyak mentah Indonesia pada 1973 telah mencapai 488.536.230 barrel. Angka tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan pada 1972, yaitu sebesar 92.983.908 barrel.
Tingginya angka produksi minyak saat itu, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara elit dalam Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OEC).
Sayangnya, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perekonomian tumbuh, konsumsi minyak di Indonesia juga ikut meningkat. Tidak heran minyak kini tidak lagi menjadi tulang punggung negara.
Potensi minyak
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan, Indonesia masih memiliki 73 cekungan hidrokarbon yang sama sekali belum pernah diteliti. Menariknya, cekungan tersebut berpotensi menyimpan kandungan minyak dan gas bumi yang dapat dimanfaatkan.
Untuk memastikan hal tersebut, pemerintah Indonesia perlu melakukan eksplorasi atau pencarian sumber cadangan baru.
Baca: Infografis Proyek Hulu Migas 2019 - 2027
Ada tantangan tersendiri bagi pemerintah terkait infrastruktur. Potensi cekungan tersebut mayoritas berada di wilayah timur perairan dalam, dengan infrastruktur yang masih terbatas.
Kompas.id juga menyoroti, selain perlu investasi besar, rasio keberhasilan menemukan minyak saat ini berkisar 20-30 persen. Artinya dari 10 sumur pengeboran, kemungkinan hanya dua atau tiga sumur yang mengandung minyak. Padahal ongkos satu sumur pengeboran di perairan dalam bisa mencapai 200 juta dollar AS atau setara Rp 2,8 triliun.
Untuk meningkatkan investasi hulu migas, investor perlu mendapatkan kemudahan dalam berbisnis. Salah satunya dengan penyederhanaan regulisan oleh Pemerintah Indonesia.
Upaya jaga cadangan migas
Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk menjaga cadangan migas. Salah satunya berupa Kontraktor Kontrak Kerja sama Pertamina Hulu Energi (PHE) selaku anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) menandatangani kontrak kerja sama gross split bersama Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Dalam kerja sama tersebut, menghasilkan kepercayaan untuk meneruskan pengelolaan wilayah kerja Jambi Merang sejak 10 Februari 2019 sampai 20 tahun mendatang. Kepercayaan tersebut juga dibekali dengan komitmen kerja pasti (KKP) yang wajib ditunaikan dalam kurun waktu lima tahun.
Dari segi investasi KKP di wilayah kerja tersebut tergolong besar. Pasalnya pada 2019, jumlah investasi mencapai US$ 38,1 juta. Dengan tambahan investasi dari KKP hingga 2026 sebesar US$ 2,08 miliar untuk kegiatan ekplorasi dan ekploitasi.
“Pemerintah terus berupaya mempercepat penemuan cadangan migas dan meningkatkan produksi. Kita mendorong peningkatan eksplorasi, baik di dalam wilayah kerja maupun di wilayah terbuka yang bertujuan untuk menemukan potensi cadangan-cadangan baru di area frontier yang selama ini belum tersentuh,” ucap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam sambutannya pada upacara pembukaan survei seismik 2D KKP Jambi Merang di Tanjung Priok, Selasa (12/11/2019).
Baca: Indonesia Butuh Banyak Investasi untuk Realisasikan Target Produksi 1 Juta Barel Per Hari
Selain itu, Direktur Hulu PT. Pertamina (Persero), Dharmawan Samsu mengatakan, pelaksanaan survei seismic KKP ini adalah pelaksanaan perdana oleh PHE sekaligus merupakan kegiatan KKP pertama yang dilaksanakan di wilayah terbuka di Indonesia.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyebut, “Survei seismik 2D lepas pantai ini merupakan aktivitas eksplorasi terbesar selama satu dekade terakhir, karena melewati perairan Bangka hingga Seram. Selain itu, seismik 2D ini menggunakan teknologi 2D seismic marine broadband dan dikerjakan oleh single operator, Elnusa.”
Hal tersebut terjadi PHE Jambi Merang akan menerapkan teknologi terbaru dari akuisisi laut seismik 2D dengan total garis seismik sekitar lebih kurang 30.000 km yang membentang dari perairan Bangka hingga Seram.
Selain itu, lintas seismik 2D akan melewati beberapa cekungan yang diindikasikan memiliki potensi sumber daya migas yang cukup besar.
Pentingnya perawatan
Dalam mempertahan produksi minyak, terdapat dua konsep yaitu workover and well services yang dinilai cukup ampuh. Kali ini, well services atau yang biasa disebut dengan perawatan sumur minyak juga menjadi hal yang penting dalam meningkatkan produksi minyak.
Dikutip dari Kompas.id, Praktisi minyak dan gas bumi, Satoto Agustono mengatakan, untuk perawatan bisa dilakukan dengan cara membersihkan dan mencuci lapisan sehingga bisa mengalirkan kembali minyak yang kemungkinan tersangkut di bebatuan.
Untuk metode yang dipakai, bisa menggunakan enhance oil recovery (EOR). EOR memberikan energi bagi reservoir. Salah satunya energi yang bisa dipakai adalah air. Air dialirkan dengan cara injeksi. Ketika air mengalir dalam reservoir, aliran itu bisa mengangkut minyak.
Selain itu, Satoto Agustono menilai, dengan melakukan perawatan sumur minyak akan membawa dampak positif bagi peningkatan produksi minyak. Bahkan, dari segi biaya tergolong lebih murah, jika dibandingkan dengan pengeboran sumur baru. (*)
Penulis: Dea Duta Aulia
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.