Polemik Pencekalan Rizieq Shihab: Saling Klaim dengan Pemerintah, Berikut Prosedurnya Menurut UU
Isu dicekalnya Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab sehingga tak bisa kembali ke Indonesia menjadi polemik
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu Pencekalan Rizieq Shihab sehingga tak bisa kembali ke Indonesia menjadi polemik.
Terjadi saling klaim terjadi antara pemerintah dan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) itu.
Baca: Prabowo Akan Diskusi dengan Jokowi soal Polemik Rizieq Shihab, Disebut Pahami Sebagian Masalahnya
Rizieq mengklaim, Pemerintah Arab Saudi mencegahnya kembali ke Indonesia setelah ada permintaan dari Pemerintah Indonesia.
Melalui sebuah video yang diunggah melalui kanal televisi milik FPI, "Front TV", Rizieq memegang dua lembar kertas yang ia sebut sebagai bukti pencegahan dia keluar Arab Saudi, serta penangkalan untuk kembali ke Indonesia.
"Jadi, sekali lagi saya dicekal di sini, bukan karena saya melakukan pelanggaran keimigrasian, bukan saya melakukan pelanggaran pidana atau perdata, bukan karena saya melakukan suatu kejahatan di Saudi ini atau satu kesalahan, tidak," ujar Rizieq dalam video.
Namun dalam video tersebut, Rizieq tidak menunjukkan secara jelas tulisan yang terdapat di dalam kertas.
Sehingga, publik tidak mengetahui secara pasti apakah kertas yang ditunjukkan Rizieq benar-benar surat penangkalan atau tidak.
Mekanisme tangkal Untuk diketahui, merujuk Pasal 98-102 BAB IX Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, surat penangkalan ditetapkan melalui keputusan tertulis yang memuat nama, jenis kelamin, dan tempat tanggal lahir/umur, serta foto orang yang dikenai pencegahan.
Selain itu, surat tersebut juga harus disertai alasan dan jangka waktu pencegahan.
Dilansir dari Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Imigrasi, ada lima alasan seseorang ditangkal untuk masuk ke Indonesia.
Pertama, orang tersebut diketahui atau diduga terlibat suatu kejahatan transnasional terorganisasi.
Kedua, menunjukkan sikap bermusuhan terhadap Pemerintah Indonesia atau melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik bangsa dan negara Indonesia.
Ketiga, diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan keamanan dan ketertiban umum, kesusilaan, agama dan adat kebiasaan masyarakat Indonesia.
Keempat, menggunakan paspor palsu atau yang dipalsukan guna memperoleh visa atau izin tinggal untuk masuk dan berada di wilayah Indonesia.