Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Meutya Hafid Dapat Perlakuan Manusiawi Usai Negosiasi dengan Penyandera di Irak

Anda itu artinya rakyat Irak. Nggak mempan juga sih. Tapi setidaknya saya merasa diperlakukan lebih baik daripada sandera yang lain.

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Cerita Meutya Hafid Dapat Perlakuan Manusiawi Usai Negosiasi dengan Penyandera di Irak
Tribunnews/JEPRIMA
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid saat melakukan wawancara khususs dengan tim Tribunnews di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019). Pada kesempatan tersebut Meutya berbagi pengalamannya selama masih menjadi seorang jurnalis dan kecintaanya kepada hewan peliharaanya kucing dan burung. Tribunnews/Jeprima 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mendapat hadiah atas prestasi tentu akan menyenangkan.

Tapi pengalaman Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid sedikit berbeda.

Baca: Cerita Meutya Hafid Terjun ke Dunia Jurnalis Usai Lulus Kuliah Dari Australia

Mengawali karir sebagai seorang jurnalis, Meutya Hafid ternyata mendapat hadiah liputan ke luar negeri atas dedikasi dan kinerjanya.

Berkat kinerja Meutya Hafid yang dianggap bagus saat meliput bencana tsunami di Aceh pada 2004 silam, ia pun diberangkatkan ke Irak.

Tak disangka, perempuan kelahiran Bandung tersebut justru harus merasakan ditawan oleh sekelompok pria bersenjata yang menyebut dirinya Mujahidin di Irak.

Baca: Sosok Meutya Hafid, Terus Dicecar saat Pimpin Rapat Komisi I, Puji Menhan Prabowo Bawa Harapan Baru

Meutya Hafid bersama rekannya ditawan selama 168 jam, atau tepatnya dari 18 Februari 2005 hingga 21 Februari 2005.

Berita Rekomendasi

Berikut wawancara khusus Tribunnews.com bersama Meutya di Ruang Tunggu VIP Komisi I DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019), terkait pengalamannya ditawan selama 168 jam :

Bagaimana awal mula cerita Mbak Meutya mendapatkan penugasan ke Irak untuk meliput pemilu pertama?

Saya baru pulang liputan tsunami (Aceh) Desember 2004, liputan saya dianggap bagus dan saya diberi hadiah. Hadiahnya adalah tugas ke luar negeri.

Tapi ternyata tugasnya ke Irak, jadi waktu itu agak kaget.

Baca: Prabowo: Rakyat Berhak dan Wajib Ikut Bela Negara

Tapi memang bagi saya hadiah itu apresiasi dan senang waktu dikirim, (saya) masih muda sekali waktu itu.


Memang takutnya masih sedikit, hampir nggak punya rasa takut.

Berangkat pun tanpa banyak persiapan karena kita mengejar waktu, Irak ketika itu mau pemilu pertama setelah Saddam Husein terguling.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas