Pascaledakan Bom Medan, Kemenhub Imbau Perketat Rekrutmen Ojol hingga Larang Atribut Dijual Bebas
Pascabom Medan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengimbau ojek online untuk lebih memperketat rekrutmen dan tidak menjual atribut secara bebas.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
"Sudah, sudah dapat laporan dijelaskan Polri sudah ada yang ditangkap 8 (orang)," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Mahfud MD mengungkapkan pemerintah terus berupaya melakukan deradikalisasi untuk pencegahan aksi terorisme.
Selain dilakukan melalui deradikalisasi, ia menilai pemberantasan terorisme juga melalui jalur hukum dan diskusi kebudayaan.
"Kan deradikalisasi tidak sesederhana itu. Kalau tindakan melanggar hukum dibawa ke hukum. Kalau tindakan ideologis dibawa ke wacana. Kalau tindakan ujaran kebencian dibawa ke KUHP," lanjut dia.
Pendapat Pengamat
Pengamat Intelijen dan Keamanan Universitas Indonesia, Stanislaus Riyanta, menyebut aksi bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan terindikasi sebagai balas dendam atas kematian Pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.
Hal tersebut diungkapkan Stanis dalam program Mata Najwa bertema 'Bom Bunuh Diri: Kenapa Lagi', Rabu (13/11/2019) malam yang disiarkan Trans 7.
Dikutip dari YouTube Najwa Shihab, Stanis menyebut fenomena bom bunuh diri di Mapolrestabes Medan merujuk pada kelompok ISIS.
"Ini fenomena yang dilakukan ISIS. Kelompok radikal yang berafiliasi dengan ISIS, menganggap musuh mereka adalah polisi," ungkapnya.Stanis juga menyebut peredaan dengan kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda.
"Jadi ini berbeda dengan kelompok sebelumnya yang berafiliasi dengan Al-Qaeda yang menargetkan simbol-simbol Amerika," ujarnya.
Kejadian bom bunuh diri disebut sudah diprediksi pasca kematian Pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.
"Kenapa ini terjadi, sebenarnya sudah diprediksi. Pasca kematian Abu Bakar Al Baghdadi, ini pasti akan memicu aksi balas dendam," ujarnya.
Ia menyebut terjadi pergeseran dari kelompok besar menjadi sel yang lebih kecil.
"Ada perbedaan model yang dulu kelompok besar berubah menjadi keluarga. Sudah terjadi di Surabaya, Sibolga dan terakhir Pak Wiranto, mereka keluarga," ucapnya.