Ahok Bakal Pimpin BUMN, Analis Politik LIPI: Pemilihan BTP Tidak Semata-mata karena Profesionalitas
Analis Politik dari LIPI Siti Zuhro turut berkomentar terkait dengan bergabungnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke BUMN
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Analis Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro turut berkomentar terkait dengan rencana bergabungnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut Siti Zuhro, Ahok merupakan sosok yang hingga kini masih menjadi kontroversi di masyarakat.
Saat namanya digadang-gadang akan menduduki jabatan di BUMN, banyak reaksi, pro dan kontra yang berkembang di masyarakat.
"Sudah secara tidak langsung Pak Erick Thohir melakukan testing the water ya, ketika disebutkan namanya Pak Ahok langsung ada reaksi yang luar biasa," tutur Siti Zuhro dalam tayangan yang diunggah YouTube KompasTV, Jumat (15/11/2019).
"Baik dari media mainstream maupun media online, dan sosmed dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa sosok Pak Ahok tetap menjadi kontroversi, pro kontra dengan semua argumentasi dan sebagainya," tambahnya.
Menurut Situ Zuhro, pihaknya sejak awal sudah mewanti-wanti Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak merekrut siapa pun yang akan menimbulkan kontroversi.
"Padahal sejak awal, bahkan sebelum pelantikan kabinet kita wanti-wanti kepada Pak Jokowi dan Pak Maruf (Amin) mohon untuk tidak merekrut siapa pun yang akan menimbulkan kontroversi dan perdebatan di tengah masyarakat," ungkap Siti Zuhro.
Siti Zuhro menuturkan pemilihan Ahok yang akan menduduki jabatan di BUMN tidak semata-mata karena faktor profesionalitas tetapi juga ada faktor politik.
"Pemilihan Pak BTP tidak semata-mata karena profesionalitas, karena kalau profesionalitas, (kalau) saya jadi Pak Jokowi, saya memilih Pak Djarot ini, jelas-jelas orang yang tidak dipermasalahkan background-nya, life history-nya, secara curriculum vitae-nya oke," terang Siti Zuhro.
Menurut Siti Zuhro seharusnya pemilihan penjabat publik itu harus teliti dan akurat agar tidak menimbulkan percekcokan di tengah masyarakat.
"Jadi menurut saya, yang tidak prinsip-prinsip itu dihindari, karena Pak Jokowi mau melakukan kerja-kerja yang paling kurang sampai 2023 mendatang, 2024 itu ada manifestasinya, wujud konkritnya," kata Siti Zuhro.
"Oleh karena itu ya pemilihan pejabat publik itu harus super teliti ya, super akurat karena kalau tidak akurat ini akan menimbulkan percekcokan di tengah masyarakat," jelas Siti Zuhro.
Ahok Masuk BUMN, Politisi PDIP Djarot Saiful: Seorang Eksekutor yang Tepat Jadi Direksi
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah dipastikan akan menjabat sebagai petinggi di satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis di Indonesia.
Menteri BUMN Erick Thohir sudah memastikan jika Ahok akan bergabung dengan BUMN mulai awal Desember mendatang.
Kabar bergabungnya Ahok ke BUMN mengundang komentar banyak pihak, satu di antaranya adalah Djarot Saiful yang pernah menjadi rekan kerja Ahok di pemerintahan DKI Jakarta.
Sebelumnya, santer dikabarkan jika Ahok akan menduduki jabatan sekelas direksi atau komisaris.
Djarot menilai jika Ahok cocok memimpin di keduanya, entah itu direksi atau komisaris.
Namun, menurut Djarot dengan karakter Ahok sebagai seorang pendobrak dan eksekutor yang baik maka Djarot menilai jika Ahok lebih tepat menduduki jabatan sebagai direksi.
"Kalau menurut saya, pandangan saya secara obyektif dengan melihat karakter seperti itu dimana dia seorang pendobrak, dia punya integritas, dan dia punya rekam jejak yang cukup baik untuk bisa mengeksekusi, dia itu eksekutor, dia berani mengambil keputusan."
"Maka dia akan lebih tepat di direksi daripada di komisaris," jelas Djarot Saiful dalam tayangan yang diunggah YouTube KompasTV, Jumat (15/11/2019).
Karena Ahok seorang eksekutor maka menurut Djarot saat mulai bekerja nanti yang akan dikerjakan pertama oleh Ahok adalah menata sistem.
"Nah beliau ini seorang eksekutor, dan dia pasti akan yang pertama akan dia kerjakan adalah untuk menata sistem terlebih dahulu, sistemnya yang akan diperkuat ya," terang Djarot Saiful.
Djarot menuturkan jika sistem tersebut akan digunakan untuk mengontrol dan mengelola tata perusahaan yang baik.
"Sistem ini lah yang digunakan untuk mengontrol dan mengelola, ini kan masalah kelola tata perusahaan yang baik, nah untuk menata kolola itu dibutuhkan satu sistem yang baik," ungkap Djarot Saiful.
Jadi Bos BUMN, Intip Gaji Ahok jika Menjadi Direktur Utama PT Pertamina
Santer dikabarkkan Ahok akan menempati posisi sebagai Komisaris Utama atau Direktur Utama (Dirut), PT Pertamina.
Jika benar Ahok akan menempati posisi petinggi di PT Pertamina, berikut kisaran gaji dan tunjangan yang akan diperoleh Ahok?
Dilansir Tribunews.com dari tayangan yang diunggah Kompas TV, berdasarkan laporan kinerja keuangan dari PT Pertamina tahun 2018, kompensasi untuk manajemen yang berupa gaji dan imbalannya untuk 17 direksi dan komisaris mencapai 47,23 juta dollar AS atau setara Rp 671 miliar rupiah per tahun.
Jika Rp 671 miliar dibagi 17 orang direksi dan komisaris di Pertamina, maka setiap orang akan menerima Rp 39 miliar setahun atau Rp 3,25 miliar per bulan.
Selain gaji, PT Pertamina juga menyiapkan tunjangan berupa Tunjangan Hari raya (THR), perumahan, dan asuransi purna jabatan.
Selain itu, terdapat fasilitas lain seperti kendaraan, kesehatan, dan bantuan hukum.
(Tribunnews/Nanda Lusiana Saputri)