Aset First Travel akan Diserahkan kepada Negara, Pakar TPPU: yang Paling Berhak adalah Korban
Pakar TPPU Yenti Ganarsih mengatakan seharusnya uang hasil lelang aset first travel diserahkan kepada para korban.
Penulis: Nuryanti
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih mengatakan hasil uang lelang barang sitaan kasus agen umroh First Travel harusnya diserahkan kepada yang berhak.
Hal itu menjawab terkait putusan Mahkaman Agung (MA) Republik Indonesia yang memutuskan aset First Travel akan diserahkan kepada negara.
Ketika para korban kehilangan uangnya ratusan juta, namun uang hasil lelang barang sitaan akan diserahkan kepada negara.
Yenti Garnasih menyampaikan, secara hukum uang hasil lelang tersebut akan menjadi implikasi besar ketika akan diserahkan kepada negara.
Baca: Kasus First Travel, Korban Ogah Diminta Relakan Aset Disita Negara, Siap Ajukan PK
Baca: Ratusan Kacamata Hitam Mewah Aset First Travel Dilelang, Ada Merek Gucci Hingga Louis Vuitton
"Secara logika hukum karena kesulitan membagi itu disimpulkan dikembalikan kepada negara akan menjadi implikasi yang besar," ujarnya, saat siaran KOMPASTV, Senin (18/11/2019).
Menurutnya, dengan digabungnya pasal dalam undang-undang TPPU, uang hasil lelang barang sitaan seharusnya dikembalikan kepada pemiliknya yaitu para korban.
"Karena tidak seperti itu TPPU. TPPU itu memang tindak pidana yang menyertai tindak pidana asal, tadi disebutkan 372, 378 sebagai tindak pidana awalnya, kemudian penelusuran aset-aset dan mencari kerugian para nasabah itu dioptimalkan menggunakan TPPU pasal 3,"
"Filosofinya dengan adanya TPPU digandengkan adalah untuk mengoptimalkan hasil kejahatan tadi yang ditelusuri itu dikembalikan ke pemiliknya,"
"Kepada yang paling berhak, yang paling berhak dalam undang-undang mengatakan pemiliknya," jelas Yenti.
Dirinya menambahkan, secara hukum uang hasil lelang dalam kasus First Travel ini harus diserahkan kembali kepada para korban, berbeda dengan uang hasil lelang tindak pidana korupsi yang harus diserahkan kepada negara.
"Kalau korupsi yang paling berhak memang negara, dalam hal ini dalam hukumnya mungkin adalah para korban," lanjutnya.
Menurut Yenti, keputusan dari MA tersebut dinilai sedikit berbahaya, karena menyangkut TPPU.
"kemudian hakim memutuskan kepada negara, ini agak bahaya gitu, apalagi ini TPPU ya, kan yang dirampas hasil dari kejahatan,"
"Jadi harus hati-hati betul memerintahkan hasil kejahatan itu kepada siapa, nanti malah jadi TPPU lagi," ujarnya.