Aset First Travel Tidak Dikembalikan ke Korban, Zainut Tauhid: Itu Hak Jemaah!
Zainut Tauhid mengatakan aset yang disita dari kasus First Travel yang rencananya akan dilelang oleh negara merupakan hak jemaah atau korban.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan aset First Travel yang disita merupakan hak jemaah yang sekaligus menjadi korban.
Hal tersebut diungkapkan Zainut Tauhid dalam video yang diunggah di kanal YouTube metrotvnews, Senin (18/11/2019).
Zainut Tauhid menjelaskan aset yang disita oleh negara akan dikembalikan kepada jemaah atau akan dilelang negara menunggu tindakan hukum dari kejaksaan.
"Disita oleh negara, persoalannya kemudian negara nanti apakah mengambil kebijakan mengembalikan kepada jamaah,
saya kira itu nanti pengaturannya setelah dilakukan tindakan hukum oleh kejaksaan," jelas Zainut Tauhid.
Zainut Tauhid menerangkan pihak Kementerian Agama berpendapat aset milik First Travel yang telah disita merupakan hak jemaah atau masyarakat.
Sehingga harus dikembalikan kepada para jemaah yang menjadi korban penipuan biro umrah.
Zainut Tauhid juga menerangkan para korban dari kasus First Travel harus diperhatikan.
Maksunya adalah melakukan pengembalian uang yang sudah disetorkan oleh jemaah dengan cara memberangkatkan umrah atau dengan uang.
"Saya kira itu. Kalau dari pihak kami, saya kira karena itu adalah hak jamaah, itu adalah hak masyarakat harus dikembalikan," terang Zainut Tauhid.
"Bahkan itu sudah menjadi catatan kami dalam Kementerian Agama sebaiknya para korban ini harus diperhatikan.
Apakah misalnya pengembaliannya itu melalui dengan cara memberangkatkan umroh ya," tambahnya.
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.
Hal tersebut dijelaskan Abdul Fickar dalam video yang diunggah di kanal YouTube Kompas TV, Minggu (17/11/2019).
Menurutnya, aset milik First Travel yang disita seharusnya dikembalikan ke badan usaha.
Abdul Fickar menjelaskan siapa yang menjadi terdakwa dalam kasus First Travel ini.
Menurut penuturan Abdul Fickar, yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut adalah sepasang suami istri, Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Hasibuan.
Korporasinya atau badan usaha tidak menjadi subjek hukum pidana dalam kasus First Travel.
Sehingga seharusnya aset yang telah disita dikembalikan kembali ke pada korporasi.
Karena menurut penjelasan Abdul Fickar, korporasi dianggap belum bersalah.
Berbeda kondisi ketika korporasi First Travel juga menjadi terdakwa atau subjek hukum, maka sah secara hukum jika barang bukti tersebut disita untuk negara.
Abdul Fickar juga menjelaskan harus terdapat ketentuan dalam perjanjian yg harus dikembalikan kepada yang berhak.
"Siapa yang jadi terdakwa dalam perkara pidana ini, perkara pidana itu kan yurisdiksinya mengadili perbuatan.
Yang jadi terdakwa adalah direkturnya, suami istri, andika dan anisa," terang Abdul Fickar.
"Tapi korporasinya kan tidak jadi terdakwa, korporasinya tidak jadi subjek hukum pidana di situ."
"Seharusnya dikembalikannya ke pada korporasi. Karena korporasinya tidak bersalah, dianggap belum bersalah."
"Kecuali korporasi juga didudukan sebagai terdakwa, maka ada legitimasi barang bukti itu disita untuk negara."
"Itupun harus ada klausuldik dikembalikan kepada yang berhak. Mustinya seperti itu."
Abdul Fickar memberikan contoh kasus yang telah terjadi di Makassar, mirip dengan kasus First Travel.
Ia menjelaskan kasus tersebut menggunakan cara dengan membuat bangkrut korporasi yang bermasalah, sehingga dapat dilakukan pembagian secara proporsional.
Namun menurut Abdul Fickar, kasus First Travel ini tidak dapat menggunakan cara tersebut.
Abdul Fickar justru memberikan saran untuk membuat gugatan baru.
Gugatan tersebut masuk ke dalam perkara perdata kepada korporasi dan negara.
Dalam gugatan baru tersebut tuntutannya adalah memberangkatkan umroh para jamaah yang sudah tertipu ke tanah suci atau membagi aset secara proporsional.
(Tribunnews.com/Febia Rosada Fitrianum)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.