Pro Kontra Lelang Aset First Travel: Daftar Aset hingga Pengamat Anggap Putusan MA Membingungkan
Rencana pelelangan aset First Travel yang nilainya mencapai miliaran rupiah menuai pro dan kontra. Apa saja aset First Travel yang disita negara
Penulis: Daryono
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
"Kita pindahkan ke kantor Kejaksaan Negeri Depok yang lama di Jalan Siliwangi. Di sana itu kantor kami juga, jadi bukan sewa tempat," tutur Kosasih.
3. Penjelasan MA
Mahkamah Agung memberikan penjelasan mengapa Hakim memutuskan untuk menyita seluruh aset First Travel dan menolak mengembalikan ke jamaah sebagaimana tuntutan jaksa.
Dikutip dari Kompas.com, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah, jika yang menjadi korban dalam kasus tersebut hanya satu orang dan terbukti bahwa barang yang disita adalah miliknya di persidangan, maka barang-barang tersebut dapat dikembalikan ke orang tersebut.
"Sementara First Travel kan tidak ada yang dihadirkan di persidangan, ribuan itu 'uangku berapa, daftar lewat siapa, buktinya mana', ada tidak yang menunjukkan itu. Saksinya apa didatangkan semua, ribuan itu," ujar Abdullah.
"Nah, sekarang seandainya diserahkan, diserahkan ke siapa, jemaah yang mana, bagaimana cara membaginya, siapa yang berani mengatasnamakan kelompok itu kira-kira?" tuturnya.
Lalu apa yang menjadi dasar hukum penyitaan aset First Travel oleh negara?
Di dalam salinan amar putusan kasasi nomor 3096 K/Pid.Sus/2018, disebutkan:
"Bahwa sebagaimana fakta di persidangan, barang-barang bukti tersebut merupakan hasil kejahatan yang dilakukan oleh para Terdakwa dan disita dari para Terdakwa yang telah terbukti selain melakukan tindak pidana Penipuan juga terbukti melakukan tindak pidana Pencucian Uang. Oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP barang-barang bukti tersebut dirampas untuk Negara."
Adapun di dalam Pasal 39 KUHP disebutkan:
(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.
(2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.
(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.
3. Pengamat Sebut Putusan MA Membingungkan
Putusan tersebut pun dinilai membingungkan.
Pasalnya, bukti kejahatan yang disita dalam perkara ini bukanlah milik negara, melainkan milik jemaah.
Sehingga, menurut pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih, yang paling berhak menerima pengembalian uang tersebut adalah jemaah.
"Uang itu uang siapa? Uang negara atau uang swasta atau masyarakat atau perorangan. Kalau uang negara kembali ke negara, kalau bukan uang negara yang harus ke pemilik awalnya," kata Yenti kepada Kompas.com, Sabtu (16/11/2019).
Hal yang sama disampaikan Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto.
Menurut dia, seharusnya aset yang disita dalam kasus tersebut dapat dikembalikan kepada para korban First Travel.
"Nah itu enggak boleh, menurut saya itu terlalu zalim, itu kan bukan uang negara, bukan uang hasil proyek, bukan uang APBN, Bukan uang APBD, itu murni uang rakyat," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Bahkan, ia menambahkan, negara seharusnya dapat melindungi hak-hak korban.
Pasalnya, ia menduga, nilai aset yang disita tidak sebanding dengan kerugian yang dialami korban.
"Justru kalau masih kurang, negara harus mencarikan kekurangannya, toh banyak sumber pendapatan bukan pajak, atau dari CSR atau dari mana, tapi kalau negara justru menambah lebih beban jamaah dengan menyita aset negara, itu saya kira saya kira terlalu zalim," ujar dia.
(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas.com/Dani Prabowo)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.