Soal Penenggelaman Kapal Ilegal, Edhy Prabowo: Jika Kapal Masih Baik, Mending Dihibahkan ke Nelayan
Menteri KKP, Edhy Prabowo akan melanjutkan kebijakan penenggelaman kapal. Namun ada beberapa hal yang harus dikaji lebih lanjut
Penulis: Muhammad Nur Wahid Rizqy
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan kebijakan penggelaman kapal akan terus dilanjutkan.
Kebijakan penenggelaman kapal telah dilakukan ketika Susi Pudjiastuti menjabat sebagai Menteri KKP.
Dilansir dari tayangan Kompas Tv, menurut Edhy, dalam kebijakan penenggelaman kapal yang sudah dilakukan pada era Susi perlu adanya pengkajian lebih lanjut.
Dalam kebijakan penenggelaman kapal para pelaku illegal fishing, pemerintah dalam hal ini Kementerian KKP berusaha mengkaji kebijakan lain agar pemanfaatan kapal yang disita bisa menyumbang pendapatan negara.
Saat ini sudah ada 72 kapal yang disita pemerintah dari para pelaku illegal fishing di perairan Indonesia.
Selanjutnya mengenai kapal-kapal tersebut hendak ditenggelamkan atau tidak, Edhy menyatakan akan mengkaji dan memutuskan terlebih dahulu lebih lanjutnya.
"Bentuk upaya untuk menunjukkan kepada dunia itu kita tidak tidur, kita menjaga laut kita. Kalau mereka mau ditenggelamkan kita siap untuk menenggelamkan. itu artinya jika mereka ketahuan mencuri lantas lari, kita tenggelamkan," kata Edhy.
Baca: Menteri KKP Edhy Prabowo Bantah Hentikan Kebijakan Penenggelaman Kapal yang Digagas Susi Pudjiastuti
Edhy menegaskan kebijakan penenggelaman kapal jangan dijadikan satu-satunya hal paling pokok untuk mengatasi permasalah negara
Masih terdapat hal-hal lain yang perlu diperhatikan dari permasalahan negara.
"Jangan dijadikan jargon menenggelamkan dijadikan segala-galanya untuk mengatasi permasalahan di negara ini"
"Saya ingin ini menimbulkan efek jera, tapi setelah ada efek jera harus ada pemanfaatan, dan ini yang kita mau", tegas Edhy.
Dalam kebijakan penenggelaman kapal, menurut Edhy jangan hanya berfokus pada banyaknya kapal yang ditenggelamkan.
Tapi terdapat hal-hal lain yang harus diperhatikan lebih lanjut.
Baca: Pengamat Nilai Kebijakan Penenggelaman Kapal Pencuri Ikan Punya Sisi Positif dan Negatif
Untuk kapal-kapal ikan asing yang telah inkrah, Edhy mengatakan, nantinya akan dilakukan perembukan dengan instansi terkait.
Bisa saja kapal itu diberikan kepada kelompok nelayan Indonesia yang berprestasi, yang telah banyak berjasa menjaga kelestarian biota laut Indonesia.
"Kalau mau ditenggelamkan, sayang. Apalagi kondisi kapal yang memang masih baik, mending dihibahkan kepada nelayan kita," kata Edhy.
"Lain halnya jika kondisi kapal sudah jelek dan sudah masuk air, hal itu barulah dimusnahkan dengan cara ditenggelamkan. Yang jelas nelayan Indonesia harus sejahtera sesuai arahan Pak Presiden Joko Widodo," kata Edhy.
Edhy mengatakan bahwa terobosan Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya, Susi Pudjiastuti, untuk menenggelamkan kapal merupakan terobosan yang sangat baik.
Namun, untuk saat ini, sudah seharusnya KKP fokus pada kesejahteraan nelayan dan memanfaatkan nelayan sebagai mata dan telinga untuk membantu pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di laut Indonesia.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, saat ini ada sekitar 72 kapal yang sudah dinyatakan inkrah atau berkekuatan hukum tetap oleh pengadilan.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 45 kapal dalam kondisi baik, 6 kapal harus dimusnahkan, dan sisanya dalam kondisi kurang baik.
Baca: VIDEO Nelayan Kaget Dikejar Susi Pudjiastuti di Lautan, Ternyata Mau Diberi Kapal
Ia menjelaskan, pemerintah masih mempertimbangkan penerima hibah kapal tersebut mulai dari nelayan, koperasi, pemerintah daerah, hingga kampus untuk kebutuhan pelatihan akademisi.
Yang jelas, kalau toh dihibahkan, pemerintah akan tetap memantau secara berkala untuk memastikan agar kapal tersebut tidak dijual kepada pemilik asal.
Dalam keterangan akhirnya, Edhy Prabowo menegaskan tidak akan menghentikan kebijakan penggelaman kapal.
Menurutnya jika ia menghentikan penenggelaman kapal, berarti ia akan membiarkan para pencuri-pencuri yang ada di perairan Indonesia
(Tribunnews.com/Muhammad Nur Wahid Rizqy)