Said Aqil Siroj Institute: BUMN Harus Menjadi Garda Terdepan Melawan Radikalisme
Kementerian BUMN menjadi salah satu tempat menyebarnya gagasan radikalisme adalah sebuah fakta yang kini menjadi salah satu pembicaraan publik.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian BUMN menjadi salah satu tempat menyebarnya gagasan radikalisme adalah sebuah fakta yang kini menjadi salah satu pembicaraan publik.
Dengan itu, Menteri BUMN yang baru Erick Thohir perlu secara serius memperhatikan pertanyaan besar publik terkait sikap Kementerian BUMN dalam mereduksi isu radikalisme sebab belum cukup meyakinkan masyarakat.
Demikian dikemukakan Imdadun Rahmat, Direktur Said Aqil Sirodj (SAS) Institute dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (21/11/2019).
"BUMN termasuk institusi negara yang berpotensi terinfiltrasi oleh pandangan intoleran dan ideologi radikal. Banyak lembaga penelitian, terdapat prosentase cukup tinggi pegawai negeri sipil di lingkungan BUMN terjangkit intoleransi dan radikalisme. Bahkan secara terang benderang BNPT pun memiliki dugaan serupa, bahwa potensi paparan ide radikal akan meluas di kalangan BUMN,"ujar Imdadun Rahmat.
Maka dari itu, menurut Imdadun, perlu dilakukan upaya sungguh-sungguh untuk mengenali dan mencermati unit-unit dalam BUMN yang menjadi pintu masuk dan memfasilitasi penyebaran intoleransi dan radikalisme.
"Memang ideologi bisa menyebar melalui barbagai cara, tetapi institusi sumber pengetahuan memiliki peran utama. Maka unit kerohanian dan keagamaan di lingkungan BUMN perlu dicermati warna dan orientasinya," kata dia.
Baca: Belum Sebulan Jadi Menteri, Erick Thohir Rombak Pejabat Eselon I BUMN
Lebih lanjut Imdadun Rahmat menekankan apa yang selama ini menjadi perhatian khusus SAS Institute.
“Apakah aktifitas yang dilakukan mengandung kampanye intoleransi dan radikalisme baik secara langsung atau tidak langsung. Apakah nara sumber atau bahan bacaan yang dikaji mengarah ke ekstrimisme. Penguasaan pengetahuan dan kecermatan dalam pengamatan sangat diperlukan karena intoleransi, ekstrimisme dan radikalisme seringkali disebarkan secara sangat tersamar. Sehingga tanpa sadar orang sudah tertular. Kerap kali juga dibungkus dengan dalil agama yang dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga seolah-olah itulah ajaran agama itu sendiri," ujar Imdadun Rahmat.
Pihaknya ingin memastikan warna dan orientasi keagamaan yang moderat dan kompatibel dengan prinsip-prinsip kebangsaan sangatlah penting.
"BUMN sudah saatnya mereorientasi kegiatan-kegiatan keagamaan agar tidak bertabrakan dengan visi kebangsaan,” tambah Imdadun.
Lalu bagaimana upaya dan antisipasi dari melakukan penangkalan radikalisme didalam BUMN?
Imdadun dengan tegas dan jelas BUMN perlu secara kongkrit membangun kerjasama kongkrit bersama NU dan Muhammadiyah.
“Pihak-pihak yang berkompeten harus diajak turun tangan. Pesantren, perguruan tinggi agama, lembaga riset, ormas pendiri bangsa seperti NU dan Muhammadiyah bisa dilibatkan baik dalam memilih bahan ajar, metode kajian, hingga suplai pengajar, pendidik, penda'i dan ahli agama," kata Imdadun.
Menurut Imdadun, kajian SAS Institute menyebutkan bahwa BUMN bukan hanya menjadi objek persebaran intoleransi dan radikalisme yang aktornya dari luar.
Tetapi juga menjadi sumber pendanaan bagi berbagai kelompok dan organisasi yang cenderung pro intoleransi dan radikalisme.
“BUMN sudah bergeser dari korban infiltrasi radikalisme menjadi aktor pendukung pendanaan gerakan dan kampanye radikalisme. Bukan hanya dari donasi perorangan tetapi dana CSR BUMN mengalir deras ke kompok yang kontra ideologi negara,“ tutup Imdadun Rahmat.