Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun Nilai Berlebihan Soal Isu Penambahan Masa Jabatan Presiden
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan tidak setuju penambahan masa jabatan presiden. Ia menganggap isu itu berlebihan.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan tidak setuju penambahan masa jabatan presiden.
"Tapi kalau amandemen dimaksudkan untuk membatasi masa jabatan satu kali saja, agar kemudian presiden dapat berkonsentrasi penuh selama masa jabatan, saya setuju," tegasnya.
Dilansir dari YouTube Kompas TV, ia menambahkan opsi lain soal isu penambahan masa jabatan presiden, yakni memperbolehkan lebih dari sati kali periode, namun tidak berturut-turut.
Refly mengatakan isu ini berlebihan, apabila isu ini untuk memunculkan keinginan Presiden Jokowi menduduki kursi pemerintahan satu kali lagi.
"Saya kira wacana itu terlalu berlebihan," katanya.
Kritik dari Demokrat
Demokrat menyatakan tidak setuju dengan isu penambahan masa jabatan presiden.
Politisi Demokrat Syarief Hasan mengatakan masa jabatan presiden dua kali lima tahun sudah cukup.
"Belum ada pemikiran sejauh itu," ujarnya melalui YouTube Kompas TV,
Menurutnya, masa jabatan dua periode adalah durasi maksimal kepemimpinan presiden.
Kritik dari Gerindra
Senada dengan pernyataan Syaried Hasan, Wakil Ketua DPR dari fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menentang isu penambahan masa jabatan presiden menjadi 15 tahun.
Menurut Dasco, masa jabatan dua kali periode sudah cukup.
"Kalau dibahas nanti panjang, dan berliku. Gerindra tidak akan berperan serta, aktif membahas itu," tegasnya.