Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PPP Tantang Humphrey Djemat Sebut Nama Partai Politik yang Minta Rp 500 Miliar ke Calon Menteri

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menyebut pernyataan Humphrey Djemat tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in PPP Tantang Humphrey Djemat Sebut Nama Partai Politik yang Minta Rp 500 Miliar ke Calon Menteri
Kompas.com/Fabian Januarius Kuwado
Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi. Kompas.com/Fabian Januarius Kuwado 

"Jadi kalau sudah dicoba, sekarang kemudian di lakukan dengan cara Pilkada langsung, mau kembali lagi, ya namanya makai barang busuk lagi sebenernya. Malah bisa lebih parah lagi sebenernya untuk itu," kata Humphrey Djemat.

Baca: Karding: Penunjukan Ahok Jadi Komut Pertamina Tak Lepas dari Keberhasilannya Saat Pimpin Jakarta

Ia menilai tingginya biaya politik justru disebabkan partai politik.

Menurut Humphrey Djemat, mahar politik yang diminta partai membuat calon kepala daerah membutuhkan banyak dana.

Humphrey juga menilai ada kelemahan dari aspek penegakan hukum.

Menurutnya butuh pembenahan dalam aspek penegakan hukum terkait penyelenggaraan Pilkada langsung.

Baca: Penerbitan Sertifikat Tanah hingga November Capai 8,5 Juta, Begini Unggahan Jokowi

"Semuanya itu kan muncul dari partai politik, partai politik itu kan kalau mengenai soal katakanlah mahar transaksional itu sudah jadi rahasia umum, bahkan kemungkinan lebih besar maharnya dari pada kepentingan calon tersebut dalam mendekati masyarakat melibatkan dry cost yang harus di keluarkan," ungkap Humphrey.

"Terutama kelemahan di Indonesia ini kan di law enforcement ya, lemahnya di situ sehingga ini bisa katakanlah ya tidak sesuatu yang memang kelihatan pembenahan dari suatu sistem karena itu akan terjadi berulang-ulang," ujar Humphrey.

Berita Rekomendasi

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, salah satu alasan dirinya mengusulkan evaluasi pilkada secara langsung adalah karena biaya politik yang tinggi.

Baca: Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia: Besaran Gaji Itu Relatif

Tito menjelaskan, biaya politik mahal itu mulai dari dana yang dikeluarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bahkan, kata dia, calon kepala daerah juga mengeluarkan biaya tinggi.

Tito mengatakan, tidak ada yang gratis dalam pilkada langsung. Ia mencontohkan, seorang calon bupati bisa mengeluarkan biaya sebesar Rp 30 miliar untuk ikut pilkada.

"Untuk jadi bupati kalau enggak punya Rp 30 miliar, enggak berani," kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2019).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas