Forum COP-3 Jenewa, Menteri LHK Targetkan 2025 Indonesia Harus Bebas dari Penggunaan Merkuri
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menyatakan, tahun 2025 mendatang Indonesia sudah tidak lagi menggunakan bahan kimia merkuri.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Ayu Miftakhul Husna
Penghapusan merkuri dilakukan dengan tujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari emisi dan lepasan merkuri serta senyawa merkuri antropogenik.
Lebih lanjut, KLHK akan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya merkuri melalui kampanye #STOPMerkuri.
Pemerintah juga akan memberikan edukasi tentang bahaya merkuri dan dampak merkuri bagi kesehatan masyarakat.
Adanya pengumuman Menteri LHK terkait penghapusan penggunaan merkuri, menjadikan Indonesia akan diproyeksikan sebagai tuan rumah penyelenggaraan COP ke 4 Konvensi Minamata.
Rencananya penyelenggaraan COP ke 4 Konvensi Minamata pada November 2021 akan digelar di Bali.
Mengenal Merkuri
Dilansir dari Wikipedia, merkuri atau raksa atau hydrargyrum merupakan unsur kimia yang terdapat pada tabel periodik dengan simbol Hg dan nomor atom 80.
Merkuri berwarna keperakan dan berwujud cair dalam suhu kamar.
Raksa ini banyak digunakan sebagai bahan amalgam gigi, termometer, barometer, dan peralatan ilmiah lainnya.
Namun, karena berbahaya sebagai pengisi termometer, saat ini penggunaan merkuri digantikan dengan termometer alkohol, digital, atau termistor.
Penggunaan merkuri pada termometer dihentikan karena alasan kesehatan dan keamanan.
Keracunan merkuri dapat menyebabkan tremor, parkinson, gangguan lensa mata berwarna abu-abu, serta anemia ringan, dilanjutkan dengan gangguan susunan saraf yang sangat peka terhadap Hg dengan gejala pertama adalah parestesia, ataksia, disartria, ketulian, dan akhirnya kematian.
Keracunan merkuri tersebut dapat terjadi melalui kontak langsung merkuri dengan kulit, makanan, minuman, dan pernapasan.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)