PKS Sebut Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Bentuk Kemunduran Demokrasi
Wacana perpanjangan periode masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden lewat amandemen UUD 1945 bentuk kemunduran demokrasi
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Fathul Bari menyebut wacana perpanjangan periode masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden lewat amandemen UUD 1945 bentuk kemunduran demokrasi.
Hal itu disampaikan Ahmad Fathul Baris saat diskusi PKS Muda Talks dengan tema 'Amandemen Konstitusi dan Masa Depan Pemberantasan Korupsi' di Kantor DPP PKS, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2019).
Baca: ICW Sebut Reformasi Parpol Harus Jadi Prioritas Presiden: Membertas Praktik Korupsi dari Hulu
"PKS sebagai partai yang lahir dari rahim reformasi tentu kita sangat menolak hal itu dimasukan kedalam konstitusi dan menjadi perubahan dalam amandemen. Jika itu terjadi, kita malah menjadi setback ke masa sebelum reformasi, ada kemunduran demokrasi," kata Fathul.
Menurut Fathul, sikap penolakan PKS terhadap periodisasi masa jabatan Presiden dan Wakil seiring dengan sikap penolakan PKS terhadap wacana amandemen Konstitusi.
"Sesuai dengan yang disampaikan oleh Presiden PKS kemarin dalam Konpres, bahwa kami tegas untuk saat ini menolak amandemen konstitusi walaupun wacana ini digulirkan harus berdasarkan kehendak rakyat," ungkap Fathul.
"Saat ini belum ada hal-hal yang sangat mendesak sehingga harus dilakukan amandemen. Apalagi isu yang membuka tentang amandemen itu tentang GBHN padahal itu sudah terakomodir dalam RPJP," jelasnya.
Sementara, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lola Ester menilai, penolakan perpanjangan masa jabatan presiden bisa menyelamatkan demokrasi Indonesia dari ancaman otoriterisme.
"Amandemen konstitusi yang sekarang bisa memuluskan lahirnya negara yang otoriter pasca orde baru, dalam arti ketika kepala negara bisa diperpanjang lebih dari dua kali. Itu memastikan bahwa peluang otoriter akan terulang lagi, itulah kenapa jadi penting suara oposisi agar wacana ini tidak dilanjutkan," tegas Lola.
Baca: Mengenal Istilah Ombimbus Law yang akan Dibahas Pemerintah dengan DPR RI
Lola melanjutkan, wacana tersebut selain memacu lahirnya rezim otoriter juga sangat kontraproduktif dengan amanat demokrasi Indonesia,
"Jelas ini sangat kontraprpduktif dengan agenda demokrasi yang selama ini sudah kita mulai dan dapat disalah gunakan," katanya.