Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Kemunduran Demokrasi yang Luar Biasa Kalau Presiden Dipilih MPR

I Made Leo Wiratma menolak wacana pemilihan presiden melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI).

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Pengamat: Kemunduran Demokrasi yang Luar Biasa Kalau Presiden Dipilih MPR
Chaerul Umam/Tribunnews.com
Peneliti Formappi (dari kiri ke kanan): Lucius Karus, M Djadijono dan I Made Leo Wiratma. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), I Made Leo Wiratma menolak wacana pemilihan presiden melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI).

Dia menegaskan, Indonesia sudah mengambil keputusan untuk menjalankan sistem politik demokrasi dimana yang berdaulat adalah rakyat.

Karena itu, pemilihan Presiden dikembalikan ke MPR berarti yang berdaulat adalah MPR.

"Jadi ini merupakan kemunduran demokrasi yang luar biasa karena mengingkari kedaulatan rakyat," ujarnya kepada Tribunnews.com, Jumat (29/11/2019).

Dia menilai, pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat sudah benar.

"Kalau disana-sini ada kekurangan maka kekurangan inilah yang harus dibenahi, bukan mengganti sistemnya," jelasnya.

Baca: Hidayat Nur Wahid: Indonesia Harus Semakin Serius Membela Palestina

Baca: Akbar Tanjung: Publik Pasti Tolak Pemilihan Presiden Lewat MPR

Berita Rekomendasi

Dia menjelaskan, selama 53 tahun (1945-1998) sistem pemilihan Presiden oleh MPR semacam panggung sandiwara.

Karena suara rakyat sering dimanipulasi sekelompok orang di MPR untuk kepentingan penguasa. Keputusan MPR bahkan sering berkebalikan dengan kepentingan rakyat.

Inilah yang menurutnya harus ditolak dan sudah menjadi perjuangan rakyat sejak era reformasi untuk mencegah kembalinya pemerintahan otoriter.

Karena itu dia menilai, isu pengembalian otoritas MPR untuk memilih Presiden, perpanjangan periode jabatan Presiden dan menghidupkan kembali GBHN merupakan satu paket sebagai upaya membunuh demokrasi Indonesia yang sudah bertumbuh.

Kalau terus diganggu hal yang demikian maka konsolidasi demokrasi akan semakin lambat atau bahkan akan hancur.

Baca: Universitas Brawijaya Raih Juara Nasional Lomba Karya Tulis Ilmiah MPR 2019

Baca: Jazilul Fawaid: Warganet Agar Sebarkan Nilai-Nilai Empat Pilar

"Jadi sekali lagi, tidak hanya isu pemilihan Presiden oleh MPR, tetapi dua isu lain yang menjadi satu paket harus ditolak," tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, menyampaikan usulan agar pemilihan presiden dan wakil presiden kembali dilakukan oleh MPR.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas