Jokowi Diminta Akhiri Tradisi Rangkap Jabatan Menteri Jadi Ketum Parpol
Secara hukum, kata Pangi, larangan rangkap jabatan bagi menteri adalah hal yang gamblang.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Airlangga Hartarto dianggap menteri pertama yang rangkap jabatan sebagai ketua umum partai politik di pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Setelah itu muncul menteri lain rangkap jabatan seperti Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa yang juga ketum PPP serta Ketum Gerindra Prabowo Subianto menjabat menteri pertahanan RI.
Masuknya Airlangga merupakan preseden buruk bagi kepemimpinan Jokowi karena pada periode kedua, akhirnya menerima dua ketua umum partai politik yang rangkap jabatan sebagai menteri yakni Suharso dan Prabowo.
Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, sejak awal pemerintahan periode pertama Presiden Jokowi ada larangan rangkap jabatan para menteri yang diangkatnya.
Namun, Presiden Jokowi menelan ludahnya sendiri dengan mengizinkan Airlangga masuk sebagai menteri perindustrian.
"Airlangga Hartarto yang masuk kabinet di pertengahan periode pertama Jokowi menjadi pelopor sebagai menteri yang merangkap jabatan ketua umum parpol. Padahal, larangan itu jelas diatur dalam UU No 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara," kata Pangi dalam keterangan yang diterima, Minggu (1/12/2019).
Baca: Rizal Mallarangeng: Munas Golkar akan Damai dan Demokratis
Secara hukum, kata Pangi, larangan rangkap jabatan bagi menteri adalah hal yang gamblang.
Pasal 23 ayat 1 huruf C menyebutkan menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan atau APBD.
Pangi beranggapan partai politik adalah organisasi yang salah satu sumber pendanaannya dari keuangan negara yang berasal dari APBN dan atau APBD, sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat 1 (c) UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
"Akibat pelanggaran UU Kementerian Negara yang dipelopori Airlangga, kini di periode kedua Presiden Jokowi bahkan, mengangkat tiga menteri sekaligus yang menjabat ketua umum partai. Mereka yakni Airlangga Hartarto (Partai Golkar), Prabowo Subianto (Gerindra) dan Suharso Monoarfa (PPP)," jelas Pangi.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting menegaskan hal itu merupakan bentuk inkonsistensi janji Presiden Jokowi.
Selain itu, pelanggaran rangkap jabatan menteri yang semakin menjadi-jadi dalam menegakkan etika publik dan hukum ini tidak boleh dibiarkan.
Oleh karena itu, saat ini Presiden Jokowi punya kesempatan besar sebagai pemimpin yang bertanggung jawab dengan menyelesaikan janjinya.
"Tradisi rangkap jabatan menteri yang dimulai dari Airlangga Hartarto harus segera diakhiri," tambah Pangi.
Di samping itu, Pangi juga mengharapkan Airlangga peka untuk tidak rangkap jabatan.
Sebab, yang dirugikan bukan Airlangga, tetapi kewibawaan Presiden Jokowi sebagai kepala negara. Dan rakyat pasti menyoroti hal tersebut.
"Harusnya orang yang telah dipercaya presiden itulah yang sadar posisi. Harus memilih menjadi menteri seperti diamanatkan presiden atau memilih fokus mengurus partai sebagai ketua umum," tegas Pangi.