Soal Ledakan di Monas, Pakar Militer Bantah Granat dari Massa Reuni 212: Harusnya Ketemu Pas Disisir
Pengamat militer Beni Sukadis memaparkan pendapatnya terkait ledakan yang terjadi di dalam area Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Selasa (3/12)
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat militer Beni Sukadis memaparkan pendapatnya terkait ledakan yang terjadi di area Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2019).
Dikutip dariKompas.com, Beni Sukadis mengaku heran benda peledak bisa ada di Monas, kawasan ring 1 yang semestinya dijaga ketat.
Apalagi, tak sembarang orang dapat memiliki granat.
Beni menyebut beberapa pasukan TNI dan Polri tak punya akses terhadap peledak tersebut, apalagi warga sipil.
Granat beredar secara eksklusif hanya di pasukan-pasukan tertentu.
"Saya enggak yakin kalau sipil yang meletakkan, kecuali tentaranya jualan ke sipil. Tidak masuk akal kalau orang sipil yang meletakkan," ujar Beni.
Beni juga menepis kemungkinan granat dibawa oleh massa Reuni 212, Senin (2/12/2019) lalu.
Menurutnya, keberadaan granat seharusnya sudah terdeteksi dalam penyisiran sepanjang acara tersebut.
"Jangan-jangan setelah 212 baru dimasukkan ke Monas. Setelah acara (212) juga kan (Monas) disisir. Harusnya saat penyisiran kan (granat) sudah didapat, kalau mereka dari awal sebelum acara sudah membawa," tutup Beni.
Beni Sukadis juga menyangsikan ledakan di Monas disebabkan oleh granat asap.
Beni mengaku belum pernah mendengar riwayat granat asap (di luar bom fosfor) pernah meledak dan melukai orang.
"Granat asap kan hanya buat pengalihan saja untuk mengusir. Kemungkinan sih granat nanas, makanya bisa sampai melukai begitu. Kalau dilihat dari foto-fotonya kan memang cukup parah ya," jelas Beni.
"Tapi saya tidak tahu kalau polisi bilang granat asap," tambah dia.
Granat Asap di Mata Peneliti