Kronologi Penyelundupan Harley dan Brompton di Garuda, Sri Mulyani: Kerugian hingga Rp 1,5 Miliar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kronologi penyelundupan Harley Davidson tipe Shovelhead keluaran 1972 dan sepeda Brompton.
Penulis: Indah Aprilin Cahyani
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kronologi penyelundupan Harley Davidson tipe Shovelhead keluaran 1972 dan sepeda Brompton.
Awalnya, Bea Cukai Soekarno Hatta melakukan pemeriksaan pada tanggal 17 November 2019 untuk sarana pengangkut terhadap pesawat baru dari Garuda yakni GA9721 tipe Airbus A330-900 seri Neo.
Total kerugian negara dalama kasus tersebut mencapai Rp 532 juta hingga Rp 1,5 miliar apabila pihak bersangkutan tak melakukan deklarasi.
"Dengan demikian total kerugian negara potensi atau yang terjadi kalau mereka tidak melakukan deklarasasi ini adalah antara Rp 532 juta hingga Rp 1,5 miliar," tandasnya, dilansir dari YouTube MetroTVNews, Kamis (5/12/2019).
Kasus penyelundupan terungkap saat Petugas Bea dan Cukai menemukan onderdil motor Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal di hanggar PT Garuda Maintenance Facility (GMF).
Baca: Soal Penyelundupan Harley Davidson, Komisi XI DPR RI: PT Garuda Indonesia Sisakan Banyak Persoalan
Baca: Pengamat Sebut Penyelundupan Harley Davidson dan Sepeda Brompton sebagai Upaya Menghindari Pajak
Pesawat tersebut merupakan pesawat baru yang didatangkan Garuda dan terbang perdana dari Perancis ke Bandara Seokarno-Hatta.
Terdapat 22 penumpang dalam pesawat termasuk Dirut Garuda Ari Askhara.
"Jadi dia (pesawat Garuda) terbang khusus untuk pengadaan pesawat itu oleh Garuda dari Perancis ke Cengkareng,"
"Mendarat di Cengkareng untuk kemudian masuk ke Garuda Maintenance Facility, ini adalah PLB," tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyampaikan pihaknya tak menukan adanya cargo.
"Hasil pemeriksaan bea cukai terhadap pesawat tersebut pada bagian kabin kokpit dan penumpang pesawat memang tidak ditemukan pelanggaran kepabeanan dan tidak ditemukan barang cargo lainnya."
"Kemudian petugas bea cukai melakukan pemeriksaan pada lambung pesawat, yaitu tempat bagasi penumpang,"
"Di sana ditemukan beberapa koper bagasi penumpang dan 18 box warna coklat yang keseluruhannya memiliki klaim tax sebagai bagasi penumpang," jelasnya.
Keseluruhan bagasi tersebut akhirnya diperiksa dan pemilik koper tidak menyampaikan keterangan lisan dan juga tidak menyerahkan custom declaration.
"Jadi waktu diperiksa mereka tidak menyerahkan deklarasi kartu bea cukai dan juga tidak menyampaikan keterangan lisan bahwa mereka memiliki barang-barang ini," ujar Sri Mulyani.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 18 koli kotak tersebut maka ditemukan 15 koli klaim tax atas nama inisial SAS yaitu berisi motor Harley Davidson bekas dengan kondisi terurai.
Lalu, tiga koli yang lain adalah klaim tax atas nama inisial LS berisi dua sepeda merk Brompton dengan kondisi baru beserta aksesori dari sepeda tersebut.
Berdasarkan penelusuran, perkiraan harga motor Harley Davinsion senilai Rp 800 juta dan sepeda Brompton berkisar Rp 50-60 juta.
"Berdasarkan penelusuran kami dan melihar harga di pasar, perkiraan nilai motor Harley Davinsion tersebut mungkin sampai dengan Rp 800 juta per unitnya,"
"Sedangkan nilai dari sepeda Brompton berkisar Rp 50-60 juta per unitnya, mungkin ada yang bilang lebih," terang Menkeu.
Sri Mulyani menyampaikan, saat ini bea dan cukai sedang melakukan penelitian lebih lanjut terhadap pihak Ground Handling dan juga terhadap nama dari penumpang yang masuk dalam klaim tax tersebut.
"Kami mengatakan bahwa saudara SAS mengaku barang ini dibeli melalui akun IB. Jadi katanya sudah lama akan melakukan pembelian melalui akun IB," ujarnya.
Saat dilakukan pengecekan, tidak ada kontak penjual yang didapat melalui akun IB tersebut.
Di sisi lain, disampaikan Sri Mulyani, diketahui SAS mempunyai hutang bank sebanyak Rp 300 juta yang dicairkan pada bulan Oktober yang digunakan sebagai renovasi rumah.
Lalu, setelah ditelusuri rekening dari SAS, ditemukan data mutasi pihak SAS mentransfer uang kepada istrinya senilai Rp 50 juta sebanyak tiga kali.
Dalam penyelidikan diduga SAS tidak mempunyai hobi motor.
Namun, selama ini SAS hanya melakukan impor Harley Davinsion.
SAS diketahui hobi bersepeda.
Selanjutnya, ditemukan juga beberapa histori transaksi keuangan yang ditengarai memiliki hubungan terhadap inisiatif untuk membeli dan membawa motor tersebut ke Indonesia.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)