Kuasa Hukum Agus Rahardjo Cs Akan Minta Daftar Hadir Sidang Paripurna Pengesahan UU Baru KPK
Violla Reininda, mengatakan akan tetap berusaha meminta daftar hadir sidang paripurna pengesahan Undang-Undang tersebut dan rekaman CCTV ke DPR.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum tiga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beserta sepuluh pemohon uji formil Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 tentang KPK baru, Violla Reininda, mengatakan akan tetap berusaha meminta daftar hadir sidang paripurna pengesahan Undang-Undang tersebut dan rekaman CCTV ke DPR.
Hal itu dilakukan pihaknya untuk mencari bukti atas dalil dalam permohonan uji formil yang menyatakan jumlah anggota DPR tidak memenuhi tiga perempat dari keseluruhan anggota atau kuorum saat pengesahan Undang-Undang baru KPK.
Baca: Maruf Amin Beri Penghargaan 13 Instansi Pengelolaan LKHPN Terbaik dalam Peringatan Hakordia 2019
"Dokumen terpenting adalah tanda tangan daftar kehadiran di rapat paripurna terakhir. Termasuk CCTV juga. Karena yang dibutuhkan Mahkamah kan pada saat itu foto siapa saja yang hadir secara fisik," kata Violla usai sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).
Dalam persidangan ia menjelaskan telah melampirkan bukti berupa kutipan berita yang menyatakan kondisi tersebut.
Menurutnya selama ini ia kesulitan mengakses dokumen publik dari laman resmi DPR RI dan telah bersurat ke DPR RI.
Baca: KPK dan Kementerian Keuangan Koordinasi Bahas Penyelundupan Harley Davidson Dirut Garuda
Bahkan menurutnya upaya itu sudah dilakukan satu minggu sebelum permohonan uji formil didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi.
"Kami akses via online. Dengan kemudahan teknologi kan tentunya semua informasi itu bisa didapatkan via online dan DPR pun memberikan akses untuk itu. Dan kami memintakan memohonkan dokumen a, b, c, d tapi memang ada yang direspon tidak positif ada juga yang diberikan dokumennya tapi salah dokumennya. Bukan seperti yang dimintakan," kata Violla.
Meski begitu, ia mengatakan tetap akan berusaha mencari bukti kuat lainnya sebagaimana yang dimintakan Hakim Konstitusi Saldi Isra di persidangan.
"Tentu kami akan mencoba berbagau macam cara, karena sumber informasi juga bukan hanya mendatangi DPR saja. Bisa juga bekerja sama dengan teman-teman pers. Karena kan kita juga harus akui tidak semua dokumen itu kita dapatkan di DPR. Bisa saja dari tiap grup Whats App atau berhubungan dengan pers secara langsung. Tapi apapun caranya akan kami coba," kata Violla.
Baca: Ketua KPK Sentil Masalah Perizinan Dikeluhkan Pengusaha
Ia pun menegaskan, apabila sampai sidang berikutnya yang direncanakan akan digelar pada 27 Desember 2019 DPR tidak juga memmberikan dokumen tersebut, maka pihaknya akan memohonkan kepada Mahkamah untuk meminta DPR untuk menyajikan dokumen yang dimaksud.
"Tapi kalau misalnya sampai perbaikan permohonan, sampai sidang selanjutnya tidak didapatkan dokumen itu maka kami akan memohonkan ke Mahkamah untuk meminta pihak terkait, DPR dan juga pemerintah untuk menyajikan dokumen yang dimaksud," kata Violla.
Ia pun berharap DPR berinisiatif untuk menyajikan dokumen terkait penyusunan peraturan perundang-undangan tersebut.
Ia berharap ketika publik meminta untuk mengakses dokumen tersebut, maka DPR bisa merespon dengan baik.
Karena menurutnya, selama dokumen itu tidak dikategorikan sebagai dokumen rahasia maka menjadi hak publik untuk mengaksesnya.
"Dokumen ini kan terkait dengan hak publik juga bagaimana penyelenggaraan negara dan pemberantasan korupsi. Masak publik yang jadi konstituen anggota DPR sendiri tidak bisa untuk mengaksesnya," kata Violla.