Sidang Kasus Suap Proyek BHS, Ahli Hukum UII: Utang Piutang Masuk Kategori Hukum Perdata
Sidang kasus suap proyek pekerjaan pengadaan dan pemasangan Semi Baggage Handling System (BHS) kebali digelar, Senin (9/12/2019).
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali menggelar sidang kasus suap proyek pekerjaan pengadaan dan pemasangan Semi Baggage Handling System (BHS), Senin (9/12/2019).
Sidang kali ini beragendakan pemeriksaan saksi dan ahli yang dihadirkan tim penasihat hukum terdakwa staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI), Andi Taswin Nur.
"Kami menghadirkan satu orang saksi ade charge dan satu orang ahli," kata Fadli Nasution, seorang penasihat hukum Taswin Nur, di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (9/12/2019).
Baca: Suap Pengadaan BHS, Saksi Diminta Foto Setiap Melakukan Serah Terima Uang
Widi Atmaka, seorang pengemudi dari Darman Mapanggara, mantan Direktur Utama PT INTI dan ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia, Mudzakir dihadirkan ke persidangan.
Pada saat memberikan keterangan, Mudzakir menjelaskan pembayaran utang piutang tidak masuk kategori hukum pidana.
Baca: PT INTI Sebut 2 Orang yang Dicokok KPK Bukan Pegawainya
Kata dia pembayaran utang piutang masuk kategori hukum perdata.
"Jika itu benar sebagai utang-piutang itu domain hukum perdata, sehingga terkait utang piutang, membayar utang, membayar angsuran utang, menerima dan mengembalikan perbuatan dalam hukum perdata," ujar Mudzakir.
Menurut dia, dalam unsur piutang harus ada unsur perjanjian untuk mengembalikan utang tersebut.
Sehingga dapat dibuktikan di ranah hukum perdata.
"Mengembalikan (utang,-red) hukumnya wajib. Angsuran seperti apa yang dilakukan. Membuktikan domain hukum perdata, kalau benar ada perjanjian pinjam meminjam, berarti pengembalian berapa," tambahnya.
Baca: Saksi Ahli Hukum Pidana Beberkan Perbedaan Makna Menyiarkan dan Menyebarluaskan
Untuk diketahui, Staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia, Andi Taswin Nur, didakwa menyuap Direktur Keuangan PT Angkasa Pura (AP) II Andra Yastrialsyah sebesar USD71.000 dan SGD96.700.
Andi Taswin Nur didakwa bersama-sama dengan Darman Mappangara, selaku Direktur Utama PT Industri Telekomunikasi Indonesia.
Uang suap diserahkan Taswin atas perintah Darman secara bertahap.
"(Terdakwa,-red) memberikan sesuatu berupa uang secara bertahap dengan jumlah keseluruhan sebesar USD71.000 dan SGD96.700 kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu Andra Yastrialsyah sebagai penyelenggara negara selaku Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II," kata Ikhsan Fernandi, selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (24/10/2019).
Upaya pemberian uang itu diberikan dengan maksud untuk mengupayakan PT Industri Telekomunikasi Indonesia menjadi pelaksana pekerjaan pengadaan dan pemasangan Semi Baggage Handling System (BHS) di Kantor Cabang PT Angkasa Pura II (Persero) antara PT Angkasa Pura Propertindo (APP) dan PT INTI.
Atas perbuatan itu, Taswin didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 64 ayat (1) KUHP.