Dirut Garuda Dicopot, Awak Kabin: Seakan Duri yang Tertancap Lepas
Menurut Yosephine, pemecatan Ari Askhara sebagai Dirut Garuda Indonesia diibaratkan sebagai lepasnya duri yang selama ini telah menancap di benaknya.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Pramugari Senior Garuda Indonesia, Yosephine Chrisan Ecclesia buka suara terkait kebobrokan di maskapainya.
Hal ini ia sampaikan dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi, yang dilansir dari kanal YouTube Talk Show tvOne, Selasa (10/12/2019).
Menurut Yosephine, pemecatan Ari Askhara sebagai Dirut Garuda Indonesia membuat sejumlah awak kabin merasa lega.
"Terus terang karena pencopotan ini, kami awak kabin banyak yang merasa akhirnya duri yang tertancap lepas juga," ungkapnya.
Yosephine menjelaskan duri yang dimaksud ialah kebijakan-kebijakan Ari yang dirasa tidak adil.
Serta banyak regulasi yang menurutnya tidak sesuai.
Satu diantaranya seperti penerbangan pulang-pergi (PP) serta pramugari harus bekerja lebih dari 14 jam sehari.
"Seharusnya berdasarkan regulasi minimum kabin standarnya 14 jam," ujar Yosephine.
"Tapi kenyataannya kami kerja dimulai pada saat kami lapor di airport, 1,5 jam sebelum jadwal. Itu sudah masuk dalam duty," imbuhnya.
"Nah jadi bisa lebih dari 14 jam, belum lagi transit di luar negeri," tambahnya.
Kebijakan lainnya yakni jaminan uang jam terbang.
Yosephine menilai terjadi kesenjangan antara junior, senior, serta manajer.
"Sebenarnya itu ada baiknya kepada awak kabin yang sakit atau yang sedang menjalani masa hukuman," ujarnya.
"Namun itu menjadi tidak adil disaat berlaku bagi manajer yang duduk di struktural," imbuhnya.
Karena mereka yang duduk di struktural dianggap mendapatkan bayaran double.
Padahal belum tentu dalam sebulan mereka terbang hingga 60 jam.
"Tunjangan jabatan dia dapat, tunjangan jaminan jam terbang juga dapat," ungkap Yosephine.
"Karena mereka yang distruktural ibarat kata dapat berkumpul dengan keluarga baik di weekend maupun pada libur hari raya," imbuhnya.
Yosephine mengaku tidak ada perjanjian hitam diatas putih sebelumnya atas kebijakan tersebut.
Namun kebijakan ini sudah mulai diimplementasikan sejak bulan November.
"Sejak November sudah di implementasikan dan kami kaget karena awak kabin tidak diberi tahukan terkait jumlah nominalnya," tutur Yosephine.
"Cuma ada beberapa tim yang mensosialisasikan, dan itu tidak jelas karena cuma hanya dari presentasi powerpoint saja," ungkapnya.
Sehingga dengan dicopotnya Ari Askhara, sejumlah awak kabin Garuda Indonesia mengaku lega.
Bahkan menurut penuturan Yosephine, banyak yang mengadakan syukuran, membuat tumpeng hingga mengundang anak yatim.
Diketahui pemecatan Ari Askhara berawal dari terbongkarnya kasus penyelundupan Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal di pesawat Garuda Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut penyelundupan ini telah merugikan uang negara sebesar Rp 532 juta hingga Rp 1,5 miliar.
Kasus tersebut terungkap saat petugas Bea dan Cukai menemukan onderdil motor Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal di hanggar PT Garuda Maintenance Facility (GMF).
Menurut penuturan Sri Mulyani, petugas bea cukai menemukan beberapa koper bagasi penumpang dan 18 box warna warna coklat yang keseluruhannya memiliki klaim tax sebagai bagasi penumpang.
Barang-barang tersebut ditemukan di tempat bagasi penumpang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 18 koli kotak tersebut maka ditemukan 15 koli klaim tax atas nama inisial SAS yaitu berisi motor Harley Davidson bekas dengan kondisi terurai.
Diketahui pesawat yang mengangkut barang-barang tersebut terbang dari Perancis menuju ke Bandara Soekarno-Hatta.
Pesawat tersebut merupakan pesawat baru dari Garuda Indonesia.
Ari Askhara merupakan satu diantara 22 penumpang dalam pesawat tersebut.
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)