Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Soal Hukuman Mati bagi Koruptor & Grasi, Sikap Jokowi Dinilai Kontradiktif, Ini Bantahan Stafsus

Stafsus presiden, Dini Shanti Purwono menjelaskan jika sikap Presiden Jokowi terhadap hukuman mati bagi koruptor dan grasi  tidak bertentangan

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: bunga pradipta p
zoom-in Soal Hukuman Mati bagi Koruptor & Grasi, Sikap Jokowi Dinilai Kontradiktif, Ini Bantahan Stafsus
Channel YouTube Talk Show tvOne
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono 

TRIBUNNEWS.COM - Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono menjelaskan sikap Presiden Jokowi terhadap hukuman mati bagi koruptor dan grasi kepada terpidana kasus korupsi Annas Maamun tidak bertentangan.

Dini membantah jika Presiden Jokowi tidak memiliki semangat dalam pemberantasan korupsi saat memberikan grasi kepada Annas Maamun.

Dini meminta masyarakat untuk melihat lebih dalam dengan pemberian grasi ini lewat data dan bukan lewat perasaan.

Menurutnya, pemerian grasi kepada Annas oleh Presiden Jokowi dengan pertimbangan nilai kemanusiaan.

Annas yang merupakan terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau.

"Kalau dilihat dari data, berapa kali sih Bapak Presiden ngasih garasi selama menjabat? Baru satu sekali" ujar Dini dikutip dari channel YouTube Talk Show tvOne, Jumat (13/12/2019).

Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Shanti Purwono (Channel YouTube Talk Show tvOne)

"Jadi jangan disimpulkan Pak Jokowi tidak pro terhadap gerakan pemberantasan korupsi," lanjutnya.

Berita Rekomendasi

Disinggung soal hukuman mati, Dini mengatakan wacana hukuman mati untuk pelaku korupsi yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi berasal dari aspirasi masyarakat.

Wacana tersebut Presiden Jokowi kemukakan dalam peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia di gelaran pentas drama 'Prestasi Tanpa Korupsi' di SMK 57, Jakarta, Senin (9/12/2019).

"Pak Jokowi bilang jika kebijakan ini adalah kehendak rakyat," bebernya.

Perempuan kelahiran 29 April 1974 melanjutkan, jika pemerintah benar-benar ingin menerapkan hukuman mati perlu adanya diskusi menyeluruh DPR dan presiden lewat proses legislasi (pembentukan landasan hukum).

Baca: Gibran Daftar Jadi Bakal Calon Wali Kota Solo, Pengamat Sebut Putra Jokowi Punya 2 Modal Politik

"Harus ada diskusi pastinya, antara DPR dan pemerintah, serta memperhatikan aspirasi dari masyarakat," ungkap Dini.

Dini Shanti Purwono juga mempertanyakan keefektifan dari hukuman mati untuk para koruptor yang tren di dunia.

Dini mencontohkan, di negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) misalnya yang telah menjalakan hukuman mati untuk para pencuri uang rakyat ini.

Meskipun tingkat ekesekusi di negara tersebut terbilang tinggi, skor Corruption Perception Index (CPI) antara Indonesia dengan negara RRT tidak beda jauh.

"CPI Indonesia dengan China cuma 2 skor, apakah dia hukuman mati efektif?," tanya Dini.

Dini menyimpulkan dengan banyaknya koruptor dihukum mati tidak serta merta mengurangi tingkat korupsi para pejabat negara.

Komentar Direktur Eksekutif Setara Institute

Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (16/7/2019). Ratas itu membahas perkembangan pembangunan Pembangkit LIstrik Tenaga Sampah (PLTSa) serta penanganan sampah di Indonesia.
Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (16/7/2019). Ratas itu membahas perkembangan pembangunan Pembangkit LIstrik Tenaga Sampah (PLTSa) serta penanganan sampah di Indonesia. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.(ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay))

Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani menilai Presiden Joko Widodo tidak punya kesadaran dalam bidang penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM).

Hal ini diungkapkannya dalam menanggapi pernyataan Presiden yang menyatakan bisa membuka kemungkinan penerapan hukuman mati.

"Ya itu tadi, beliau enggak punya leadership dalam isu penegakan hukum dan HAM. Makna dari tidak punya leadership itu bisa tidak aware, tidak (bisa) mengendalikan, tidak bisa memimpin," ujar Ismail dikutip Tribunnews.com dari laman Kompas.com, Jumat (13/12/2019).

Baca: Jokowi Bantah Bangun Dinasti, Pengamat Politik: Ini Namanya Declare Wacana

Ismail lantas menyinggung sikap Presiden yang sebelumnya memberikan grasi kepada terpidana kasus korupsi.

Sikap Jokowi yang disebutnya kontradiktif ini semakin menegaskan bahwa tidak punya leadership di bidang hukum dan HAM.

"Karena kemarin beliau beri grasi, tapi hari ini beliau buka kemungkinan soal hukuman mati," tegas Ismail.

Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa hukuman mati tidak berbanding lurus dengan penurunan tingkat berbagai kejahatan.

Ismail menyarankan lebih baik ada perbaikan di sektor peradilan dibandingkan menerapkan hukuman mati.

"Sebaiknya jangan mengobral praktik hukuman mati dan menerapkannya secara membabi buta," tambahnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sikap Jokowi Dinilai Kontradiktif soal Grasi dan Hukuman Mati bagi Koruptor"

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan) (Kompas/Dian Erika Nugraheny)

 
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas