Jokowi Berikan Grasi dan Hukuman Mati, Ini Kata Ketua Baleg DPR
Supratman menyebut tidak ada efek jera yang ditimbulkan meski KPK memberikan hukuman maksimal penjara.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tak salah memberikan grasi ataupun hukuman mati kepada narapidana koruptor.
Namun, sikap Jokowi dianggap akan menimbulkan tafsir di masyarakat.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam diskusi 'Koruptor Dihukum Mati, Retorika Jokowi?', di Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (15/12/2019).
"Tidak ada yang salah yang dikemukakan oleh Presiden. Di satu sisi beliau memberikan grasi, dan di satu sisi hukuman maksimal," ujar Supratman.
"Tapi kan secara konstitusional presiden memiliki kewenangan itu, jadi itu tidak salah. Tetapi kepada masyarakat jadi menimbulkan tafsir," imbuhnya.
Supratman mengatakan harus ada alasan dibalik pemberian grasi atau amnesti oleh presiden.
Merujuk pada kasus terakhir, Jokowi memberikan grasi pada mantan Gubernur Riau Annas Maamun.
Politikus Gerindra tersebut menegaskan bila yang menjadi pertimbangan adalah usia, maka masih dianggap wajar.
Namun, jika ada pertimbangan lain, tentu akan menimbulkan pertanyaan kepada Jokowi sendiri.
"Saya bukan anti hukuman mati, tidak. Tapi dari pengalaman negara-negara termasuk Indonesia bahwa ternyata penjatuhan hukuman berat itu juga tidak ada korelasinya saat ini terhadap penurunan angka korupsi," kata dia.
Baca: Setujui Wacana Hukuman Mati Koruptor, Mahfud MD Singgung Putusan Hakim: Sudah Ringan Dipotong Lagi
Baca: Abdul Fickar Hadjar Sebut Memiskinkan Koruptor Lebih Membuat Jera daripada Hukuman Mati
Supratman menyebut tidak ada efek jera yang ditimbulkan meski KPK memberikan hukuman maksimal penjara.
Bahkan beberapa tahun terakhir, ada tren kenaikan korupsi.
"Tapi bukan berarti KPK gagal. KPK sudah maksimal tapi sistem kita yang harus bisa dipecahkan bersama pemerintah , DPR, KPK, Yudisial, dan termasuk teman-teman masyarakat sipil. Bisa dilakukan, untuk arah pemberantasan korupsi," tuturnya.