Mukernas V PPP, Arsul Sani: Tidak Boleh Ada Mahar Politik dan Biaya Pemenangan di PPP
Mukernas V PPP, Arsul Sani menegaskan tidak boleh ada mahar politik dan biaya pemenangan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Penulis: Rica Agustina
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menegaskan, dalam partainya tidak memperbolehkan adanya mahar politik.
Hal itu ia sampaikan seusai acara Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) V PPP pada Sabtu, (14/12/2019).
Arsul menyebutkan, dalam acara Mukernas tersebut, PPP membahas mengenai persiapan Pilkada serentak 2020 mendatang.
Untuk menghadapai Pilkada serentak yang akan datang, PPP menegaskan tidak memperbolehkan adanya mahar politik dan biaya pemenangan.
"PPP menegaskan tidak boleh ada mahar politik, kami akan jabarkan ini tidak boleh. Selain soal mahar ada juga biaya pemenangan, dua hal inilah yang akan kami atur, kami rumuskan dalam Mukernas ini," kata Arsul Sani dilansir dari kanal YouTube Tvonenews, Sabtu (14/12/2019).
Agenda utama dalam acara Mukernas V adalah konsolidasi anggota partai dalam menghadapi Pilkada 2020 mendatang, dan menentukan waktu dan lokasi untuk Muktamar PPP.
Dalam Muktamar nantinya akan dilakukan pemilihan ketua umum baru PPP.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Kemanan (Menko Polhukam) Mahfud MD terlihat turut menghadiri Mukernas ke V PPP, Sabtu (14/12/2019).
Dalam sambutannya di acara tersebut, Mahfud mengajak PPP untuk bersama-sama melawan radikalisme.
Menurutnya, partai politik merupakan salah satu media untuk melakukan perubahan.
Apabila ingin melakukan perubahan, seharusnya bergabung dengan partai politik bukan malah bergabung dengan kelompok radikal.
"Kalau ingin melakukan perubahan boleh tidak? Ya, boleh. Ikut partai," kata Mahfud MD dikutip dari Kompas.com, Sabtu (14/12/2019).
Untuk itu, Mahfud mengajak semua unsur di dalam PPP bersama-sama melawan radikalisme.
"Pemerintah mengajak semua unsur di dalam PPP, mulai sesepuh, ulama, kiai, pimpinan partai, pengurus partai pusat hingga daerah, khususnya kau muda partai, untuk bersama-sama melawan berkembangnya paham radikalisme," ungkapnya.
Selanjutnya, Mahfud menjelaskan, ada tiga kelompok radikalisme yang patut dilawan.
Di antaranya, kelompok yang suka menyalahkan orang lain, memerangi orang lain, dan mengajak orang mengubah sistem negara yang telah disepakati.
"Paham radikalisme yaitu ketiga kelompok itu. Selalu menyalahkan orang, memerangi orang, dan mengajak mengubah sistem yang sudah disepakati," tuturnya.
Menurut Mahfud, definisi radikalisme yang digunakan hukum negara ini adalah tindakan yang bertujuan melawan dan mengganti sistem yang telah disepakati.
"Radikalisme itu artinya banyak, dalam hukum kita yang dipakai adalah tindakan-tindakan kekerasan untuk melawan sistem yang sudah disepakati bersama untuk menggantikan sistem itu," kata Mahfud.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)(Kompas.com/Tsarina Maharani)