Soal Rangkap Jabatan di BUMN, Staf Khusus Presiden Arif Budimanta: Menunjang Induknya Tidak?
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Arif Budimanta mempertanyakan soal rangkap jabatan yang terjadi di BUMN, apakah menunjang induk atau tidak?
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Fathul Amanah
TRIBUNNEWS.COM - Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Arif Budimanta mempertanyakan soal rangkap jabatan yang terjadi di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ia mengatakan, rangkap jabatan di BUMN bukan tidak diperbolehkan.
"Going concern-nya apa? Kemudian dia menunjang enggak induknya?" tanyanya yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube Kompas TV, Sabtu (14/12/2019).
Arif menuturkan saat ini sedang dilakukan proses evaluasi secara keseluruhan terhadap anak-anak usaha dan cucu-cucu perusahaan terkait rangkap jabatan yang diperbincangkan publik.
Ia menyebutkan kebijakan moratorium bagus untuk BUMN ke depannya.
"Moratorium bagus untuk membentuk anak usaha ataupun cucu perusahaan. Kemudian dua atau tiga terkait dengan going concern," tegasnya.
Tanggapan Kabag Protokol dan Humas BUMN, Ferry Andrianto.
Ferry Andrianto menuturkan, pada prinsipnya rangkap jabatan itu tidak dilarang dan bukan hal tercela.
"Yang menjadi perhatian kita bersama termasuk masyarakat, kejadian kemarin itu besar ataupun jumlah direksi itulah yang menjadi catatan," tutur Ferry.
Ia juga mempertanyakan mengapa ada banyak sekali rangkap jabatan oleh satu orang pejabat.
Ferry juga menuturkan bahwa Menteri BUMN Erick Thohir sudah menyampaikan soal rangkap jabatan.
Berdasarkan penjelasannya, Erick Thohir tidak mempermasalahkan rangkap jabatan apabila terkait optimasi pengawasannya.
Rangkap jabatan itu tidak menjadi masalah apabila hanya dua atau tiga anak perusahaan.
Sebelumnya, mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Garuda Indonesia Ari Ashkara membuat kaget banyak pihak.
Para peneliti buka suara terkait rangkap jabatan yang dilakukan oleh Ari Askhara.
Tanggapan dari Peneliti INDEF Berly Martawardaya
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya mengatakan apa yang dilakukan Ari adalah tindakan yang tidak memiliki rasa keadilan.
Ia tidak memungkiri mengawasi anak perusahaan merupakan salah satu tugas direktur utama.
Kendati demikian, jabatan komisaris pada anak usaha Garuda Indonesia yang dirangkapnya itu merupakan contoh hal yang tidak bijak.
Diwartakan TribunBisnis, pernyataan tersebut disampaikan dalam diskusi bertajuk 'Garuda dan Momentum Pembenahan BUMN' yang digelar di Kedai Sirih Merah, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12/2019).
"Tentu saja fungsi dirut mengawasi anak perusahaan itu ada, tapi apakah itu perlu jadi komisaris? Apakah perlu sebanyak itu? Ini tidak menyentuh rasa keadilan di masyarakat," ujar Berly.
Ia pun memprediksi kondisi perekonomian akan lesu hingga 2020, sehingga keputusan untuk rangkap jabatan itu akan membuat publik bertanya.
"Tahun ini dan tahun depan ekonomi kita akan lebih lemah, melihat ada pimpinan yang rangkap jabatan begitu tentu membuat masyarakat bertanya-tanya 'itu gajinya berapa ya'," jelas Berly.
Bahkan bisa menimbulkan kesenjangan sosial.
Hal ini tentunya menjadi tugas Kementerian BUMN dalam membenahi perusahaan yang berada di bawah naungannya.
"Hingga menimbulkan kecemburuan sosial yang cukup tinggi," kata Berly.
Selain dirut, Ari Ashkara sebelumnya juga menjabat sebagai komisaris pada sejumlah anak dan cucu usaha Garuda Indonesia.
Untuk anak usaha, ia menjabat Komisaris Utama PT. Citilink Indonesia serta Komisaris Utama PT. GMF AeroAsia.
Kemudian cucu usaha, mulai dari Komisaris Utama PT. Aerofood Indonesia, Komisaris Utama PT. Garuda Logistik & Komersil, Komisaris Utama PT. Garuda Indonesia Air Charter serta Komisaris Utama PT. Garuda Tauberes Indonesia.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Fitri Wulandari)