Pendapat Johan Budi: Eks Koruptor Sudah Cacat Moral, Seharusnya Dilarang Ikut Pilkada
"Kalau saya prinsip utamanya, harusnya enggak boleh (nyalon lagi), harusnya ya. Menurut saya," kata Johan Budi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi telah memutuskan mantan narapidana bisa kembali mengikuti pilkada dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi II DPR Johan Budi berpendapat, seharusnya mantan koruptor tidak boleh ikut dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) karena sudah cacat moral.
Baca: Hasil Survei Median, Gibran Dipilih karena 3 Hal: Muda, Anak Presiden Jokowi, dan Pengusaha Kreatif
Diketahui, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang dimuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Kalau saya prinsip utamanya, harusnya enggak boleh (nyalon lagi), harusnya ya. Menurut saya, karenq dia sudah termasuk cacat moral, orang mau jadi pegawai saja harus ada SKCK, apalagi ini jadi pemimpin, pemimpin daerah," ujar Johan Budi kepada Kompas.com di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/12/2019).
Johan Budi menyatakan, dalam implementasinya, aturan tersebut harus memiliki kekuatan efek jera terhadap kepala daerah yang belum tersandung korupsi.
Mantan Juru Bicara (jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengatakan, kekuatan efek jera itu dapat membuat kepala daerah tidak bisa menyalahgunakan jabatannya sebagai kepala daerah.
"Efek jera itu bagi pelaku yang akan korupsi sehingga dia enggak main-main ketika jadi pimpinan daerah. Karena dia enggak bisa nyalon lagi kalau korupsi," kata Johan.
Di sisi lain, putusan MK dinilainya sebagai jalan tengah karena aturan itu tak menghilangkan hak politik warga, sekalipun merupakan eks koruptor.
"Saya kira ini jalan tengah ya, yang diputus oleh MK. Jadi tidak mengurangi hak politiknya seseorang, tapi sekaligus juga harus ada detterent effect," kata dia.
Sebelumnya, MK menerima sebagian permohonan uji materi pasal pencalonan mantan narapidana sebagai kepala daerah yang termuat dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf g Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Perkara ini dimohonkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Hakim Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (11/12/2019).
Setelah MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon, bunyi pasal tersebut menjadi berubah.
Setidaknya, ada empat hal yang diatur dalam pasal itu.
Pertama, seseorang yang dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah tidak pernah diancam dengan hukuman pidana penjara atau lebih, kecuali tindak pidana kealfaan dan tindak pidana politik.
Kedua, mantan narapidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah hanya apabila yang bersangkutan telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara.
Baca: Irjen Pol Listyo Sigit Prabowo Resmi Dilantik Jadi Kabareskrim, Ini Pesan Bambang Soesatyo
Ketiga, seorang calon kepala daerah yang merupakan mantan narapidana harus mengumumkan latar belakang dirinya sebagai seorang mantan napi.
Keempat, yang bersangkutan bukan merupakan pelaku kejahatan yang berulang.
Penulis: Achmad Nasrudin Yahya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Eks Koruptor Boleh Ikut Pilkada, Johan Budi: Sudah Cacat Moral, Harusnya Dilarang