Soal Uighur, Anggota Komisi I DPR Bela NU dan Muhammadiyah
Wall Street bahkan menuduh keduanya menerima uang lewat bantuan dan donasi yang digelontorkan pemerintah Tiongkok.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemberitaan mengenai dugaan persekusi dan diskriminasi terhadap etnis minoritas Muslim Uighur kembali menghangat di Tanah Air.
Hal ini menyusul tudingan dari Wall Street Journal (WSJ) terhadap sejumlah pihak di Indonesia.
Tuduhan itu langsung dialamatkan kepada dua ormas Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah.
WSJ menuding dua ormas tersebut bersikap diam dalam kasus di wilayah Xinjiang itu.
Wall Street bahkan menuduh keduanya menerima uang lewat bantuan dan donasi yang digelontorkan pemerintah Tiongkok.
Sejumlah pihak, di sisi lain, mendesak pemerintah Indonesia untuk bersikap atas kondisi yang terjadi terhadap warga Uighur.
Baca: Muhammadiyah Protes Pemberitaan Wall Street Journal tentang Etnis Uighur
Mereka mengatakan, pemerintah cenderung pasif terhadap kasus Uighur karena banyaknya investasi Tiongkok di Indonesia.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi I DPR Willy Aditya berpendapat, tudingan yang diarahkan kepada kedua ormas Islam itu bersifat politis.
Menurutnya, kedua ormas tersebut justru adalah representasi Muslim Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia.
Keduanya juga pernah melakukan observasi dan mengumpulkan langsung data dan fakta terkait masalah di Uighur.
Baca: MUI dan Muhammadiyah Bantah Disuap China Soal Uighur
Mereka bahkan berhasil mendesak pembukaan akses kunjungan ke fasilitas yang disebut kem konsentrasi oleh media barat, yang selama ini tertutup.
"Kedua ormas terbesar itu justru menunjukan kelasnya sebagai aktor menjaga perdamaian dunia. Mereka sangat berhati-hati dalam bersikap dan mengesampingkan tendensi dan kepentingan pragmatis. Justru dengan tingginya interaksi dengan pemerintah China, Indonesia bisa mengajak China menemukan solusi-solusi damai," kata Willy dalam keterangan yang diterima, Selasa (17/12/2019).
Willy menegaskan, Indonesia harus menjadi bagian dari solusi dalam upaya penyelesaian masalah Uighur.
Seperti halnya dalam kasus Rohingya, menurutnya Indonesia harus mencari cara agar Tiongkok berani semakin terbuka terhadap apa yang dituduhkan dalam kasus di atas.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.