Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Istri Gus Dur Dapat Gelar Doktor Honoris Causa, Yenny Wahid: Kami Bangga Jadi Putri Beliau

Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, isteri almarhum Presiden ke 4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendapat gelar Doctor Honoris Causa

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Istri Gus Dur Dapat Gelar Doktor Honoris Causa, Yenny Wahid: Kami Bangga Jadi Putri Beliau
Istimewa
Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, isteri almarhum Presiden ke 4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendapat gelar Doctor Honoris Causa bidang sosiologi agama dari Universitas Islam Negeri (UIN) Kalijaga Yogyakarta, Rabu (18/12/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, isteri almarhum Presiden ke 4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mendapat gelar Doctor Honoris Causa bidang sosiologi agama dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu (18/12/2019).

Shinta mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa atas jasanya yang besar dalam penyemaian kebhinekaan dan solidaritas kemanusian.

"Kami sangat bangga atas penganugrahan gelar Doctor Honoris Causa oleh UIN Sunan Kalijaga Jogja, kepada ibu kami atas kiprah,pemikiran dan pengabdian Ibu untuk masyarakat selama ini," ujar puteri Gus Dur, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid kepada Tribunnews.com, Rabu (18/12/2019).

Menurut wanita yang akrab disapa Yenny Wahid tersebut, menjadi istri orang hebat tidaklah mudah karena harus siap kehilangan identitas dan seolah hanya dikenal sebagai pendamping.

Baca: Kaleidoskop Mei 2019, Foto Lawas Jokowi Cium Tangan Gus Dur 13 Tahun Silam Viral, Sesuatu Terungkap!

Shinta menunjukkan bahwa dirinya bukanlah sekedar pendamping tapi juga orang yang hebat.

"Kami bangga menjadi putri beliau," ucap Yenny Wahid.

Berita Rekomendasi

Surya (Tribun Network) melaporkan, mantan Ibu Negara ini dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa bidang sosiologi agama melalui Rapat Senat Terbuka Penganugerahan Gelar Doctor Honoris Causa di UIN Kalijaga Yogyakarta, Rabu (18/12/2019).

Sinta Nuriyah dikenal sebagai aktivis yang memperjuangkan hak-hak perempuan, mengadvokasi perempuan korban kekerasan seksual, dan juga banyak perjuangannya sebagai aktor perjuangan pluralisme serta menyemai gagasan perdamaian dan persatuan.

Baca: Said Agil Usulkan Presiden Kembali Dipilih MPR, Yunarto WIjaya: Semoga Tak Lupa Kejatuhan Gus Dur

Turut hadir dalam rapat senat ini Menkopolhukam Machfud MD, mantan Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa serta hadir pula anak-anak Gus Dur dan keluarga. Seperti Yenny Wahid, beserta tiga saudari-saudarinya.

Lebih lanjut dalam rapat senat penganugerahan Doktor Honoris Causa itu, Sinta Nuriyah menyampaikan pidato ilmiah berjudul Inklusi Dalam Solidaritas Kemanusiaan, Pengalaman Spiritualitas Perempuan dalam Kebhinekaan.

Dalam pidato ilmiahnya, wanita kelahiran Jombang 8 Maret 1948 itu menyampaikan tentang pentingnya persatuan, pentingnya kesetaraan gender, dan kebutuhan inklusifitas dalam segala lini kehidupan masyarakat.

Ia menyampaikan apa yang ia lakukan selama 19 tahun belakangan dalam menyemai persatuan, pluralisme dan nilai-nilai kebhinekaan.

Baca: PBNU Usul Presiden Dipilih MPR, Yunarto WIjaya: Semoga Para Senior Tak Lupa Sejarah Jatuhnya Gus Dur

Kegiatan yang rutin ia lakukan tersebut itu adalah sahur keliling selama bulan suci Ramadhan bersama lintas elemen umat beragama.

"Pluralisme adalah kata singkat yang menjelaskan bahwa religiusitas senantiasa mewarnai kehidupan keberagaman Indonesia. Maka terbersit pemikiran saya bagaimana saat bulan Ramadhan dilakukan gerakan keagamaan yang bebas dari sekat ekonomi, politik menuju persaudaraan sejati," kata Sinta, alumnus santri Ponpes Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang ini.

Maka gerakan Sahur Keliling itu digagas di tahun 1998 dengan mengundang masyarakat lintas agama.

Dan ia bersyukur banyak yang menyambut antusias. Terutama dari agama Konghuchu, dan perwakilan agama yang lain hingga program Sahur Keliling ini berhasil dilaksanakan mulai tahun 2000.

Sasaran kegiatan ini adalah kaum dhuafa, kaum marjinal, tukang becak, pengamen, pemulung dan sebagainya.

Pelaksanaannya juga tidak di tempat yang mentereng dan terang benderang, melainkan di tempat mereka berada, seperti di kolong jembatan, di dekat terminal atau stasiun, di tengah pasar, di lokasi bencana dan sebagainya.

Serta juga dilakukan di halaman masjid, halaman kelenteng dan juga gereja.

Tujuannya adalah untuk mengajak mereka melaksanakan perintah Allah, menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan dengan sebaik-baiknya.

Turut digaungkan bahwa puasa bukan hanya merupakan rutinitas keagamaan tahunan, tetapi didalamnya banyak terkandung pesan moral serta ajaran nilai nilai luhur yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Seperti jujur, sabar, sederhana, kasih sayang, keprihatinan,harapan, keuletan hidup dan lain-lain.

Karena itu, puasa seharusnya mampu mengubah perilaku, gaya hidup serta pola pikir pelakunya ke arah yang lebih baik dan lebih positif dan penuh harapan, karena implikasi dari penyucian jiwa itu, arahnya pada tindakan sosial seperti kasih sayang, tidak arogan, toleran, solider dan berempati kepada yang menderita.

"Hingga sekarang, program sahur keliling berhasil dilakukan di seantero Indonesia. Melalui program ini kami bisa merasakan indahnya keberagaman dan indahnya kebersamaan," ucap Sinta yang juga sempat menjadi jurnalis tersebut.

Di sisi lain, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan mantan ibu negara Sinta Nuriyah Wahid adalah sosok yang tak henti mencari ilmu.

Bahkan tak sampai di sana, sosok Sinta adalah sosok yang tak lelah mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dimiliki.

"Puan Amal Hayati, lembaga yang beliau komandani masuk ke relung pesantren salaf dengan pesan mengimplementasikan Islam rahmatan lil a'lamin," kata Khofifah.

Universalitas nilai kemanusiaan diperjuangkan Sinta tanpa henti. Termasuk gerakan sahur dan buka puasa yang digagas dan rutin dilakukan sampai sekarang.

"Beliau rutin buka puasa dan sahur bersama setiap bulan Ramadhan keliling nusantara dengan menggandeng semua elemen termasuk buka puasa dan sahur di gereja. Beliau mengajarkan bahwa persaudaraan tidak mengenal batas suku, agama, adat dan sebagainya," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas