Fakta Konflik Wiranto vs OSO, Mantan Menko Polhukam Akui Rekayasa Pemilihan OSO: Saya Buat Aklamasi
Berikut ini fakta-fakta soal konflik Wiranto vs OSO. Mantan Menko Polhukam akui rekayasa pemilihan OSO pada 2016: saya buat aklamasi
Penulis: Miftah Salis
Editor: Garudea Prabawati
Hal tersebut dinilai dari kesediaan Wiranto menerima tawaran Jokowi menjabat sebagai Wantimpres.
"Partai Hanura ini hanya dijadikan kendaraan buat dia (Wiranto) ngejar-ngejar cantolan politik. Tidak seperti itu harusnya berpartai," kata Inas di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Hal ini berbanding terbalik dengan sikap Oesman Sapta Odang yang menolak tawaran Jokowi.
OSO bersikukuh masih ingin berjuang dengan Partai Hanura.
Berikut ini fakta-fakta konflik Wiranto vs OSO yang dirangkum Tribunnews dari Kompas.com.
1. Wiranto akui rekayasa pemilihan OSO
Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Wiranto mengakui adanya rekayasa pemilihan OSO di tahun 2016 atas inisiasinya.
Saat itu, Jokowi memberikan mandat kepadanya untuk menjabat Menko Polhukam.
Tawaran ini membuat Wiranto harus mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Hanura yang saat itu diembannya.
Ia lalu mengadakan acara Munaslub.
Dalam Munaslud tersebut, Wiranto mengakui bahwa dirinya merekayasa pemilihan OSO sebagai Ketua Umum Partai Hanura secara aklamasi.
"Dari sana kita mengundang Saudara OSO untuk menjadi salah satu calon yang mengganti saya. Dan saya merekayasa, katakanlah, mudah kan merekayasa, saya buat aklamasi, maka ketua umum terpilih sodara OSO," katanya di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Rabu (18/12/2019), dikutip dari Kompas.com.
Lebih lanjut, Wiranto mengatakan, OSO harus menandatangi pakta integritas soal kepekatan satu di antaranya yakni menjadi Ketua Umum hingga tahun 2019.
2. Wiranto bantah jual Rp 200 miliar