Kaleidoskop 2019: Protes Revisi UU KPK Berujung Kematian 2 Mahasiswa
Atas upaya pelemahan tersebut, sejumlah aksi unjuk rasa pun digelar beberapa kali secara serentak oleh ratusan ribu mahasiswa dan pegiat antikorupsi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK membuat resah kinerja pemberantasan korupsi.
Pasalnya, UU KPK hasil revisi dinilai memperlemah kinerja KPK dalam segala aspek.
Lembaga antirasuah sendiri menyatakan terdapat 26 poin pelemahan dalam UU KPK hasil revisi.
Sejumlah poin tersebut dipandang melemahkan kinerja KPK.
Kini, KPK yang berada di bawah kepemimpinan Komjen Pol Firli Bahuri merupakan rumpun eksekutif.
Independensi KPK pun dipandang tidak seganas periode sebelumnya.
Baca: Pengamat Sebut 2019 Diwarnai Banyak Peristiwa Politik yang Getir
Atas upaya pelemahan tersebut, sejumlah aksi unjuk rasa pun digelar beberapa kali secara serentak oleh ratusan ribu mahasiswa dan pegiat antikorupsi.
1. Unjuk rasa tolak Revisi UU KPK
Dampak dari revisi UU KPK membuat masyarakat hingga mahasiswa tergerak melakukan aksi unjuk rasa di sejumlah daerah di Indonesia.
Melalui unjuk rasa yang menamakan #ReformasiDiKorupsi, koalisi masyarakat hingga mahasiswa menolak adanya revisi UU KPK hingga UU yang dipandang tidak pro rakyat.
Unjuk rasa #ReformasiDiKorupsi pun terjadi di sejumlah daerah di Indonesia seperti DKI Jakarta, Semarang, Jogjakarta, Makassar hingga Kendari. Dalam tuntutan unjuk rasa itu mereka menolak revisi UU KPK.
2. Dua Mahasiswa Universitas Halu Oleo Tewas
Unjuk rasa #ReformasiDiKorupsi pun menimbulkan korban jiwa, tewasnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari.
Randi dan Yusuf Kardawi tewas karena mengikuti unjuk rasa penolakan UU KPK hasil revisi dan sejumlah UU kontroversial. Mereka tewas saat berdemo di depan kantor DPRR Sulawesi Tenggara pada Kamis, 26 September 2019.
Korban pertama yang tewas dalam peristiwa itu bernama Randi (21), mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Halu Oleo Kendari. Mahasiswa semester tujuh Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan UHO Kendari itu jatuh tersungkur di Jalan Abdullah Silondae, Kecamatan Mandonga Kendari, sekitar 300 meter dari titik lokasi unjuk rasa mahasiswa.
Selain Randi, seorang mahasiswa lain bernama Yusuf Kardawi (19), semester tiga dari Fakultas Teknik UHO juga menjadi korban dalam aksi itu. Yusuf ditemukan di depan pintu gerbang samping kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sultra di Jalan Abdullah Silondae Kendari.
Yusuf yang merupakan mahasiswa Jurusan Pendidikan Vokasi, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo (UHO) menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Bahteramas, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Jumat (27/9/2019) sekitar 04.17 WITA.
Direktur Utama (Dirut) RSUD Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dr. Sjarif Subijakto mengatakan, korban mengalami benturan di kepala dan terdapat sekitar lima luka dengan panjang sekitar 5 sentimeter.
3. Perppu UU KPK hasil revisi didesak terbit
Sejumlah koalisi masyarakat sipil hinggga mahasiswa mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menggugurkan UU KPK hasil revisi. Mereka menilai, rezim Jokowi berbohong terhadap penguatan pemberantasan korupsi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana yang setia mengawal agar Jokowi menerbitkan Perppu KPK. Kurnia tak menginginkan, jika KPK diperlemah oleh rezim Jokowi.
“Penting untuk ditegaskan bahwa seluruh Pasal yang disepakati oleh DPR bersama pemerintah dipastikan akan memperlemah KPK dan mengembalikan pemberantasan korupsi ke jalur lambat,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Kamis (17/10/2019).
Kurnia mengatakan, Jokowi kerap kali menegaskan dukungannya kepada KPK. Namun, hal itu sampai saat ini belum terbukti lantaran tak kunjung menerbitkan Perppu.
Padahal, lanjut Kurnia, seluruh syarat untuk penerbitan Perppu telah terpenuhi. Mulai dari kebutuhan mendesak karena pemberantasan korupsi akan terganggu, kekosongan hukum, sampai pada perubahan UU baru yang membutuhkan waktu lama (Putusan MK tahun 2009).
“Presiden Jokowi semestinya tidak gentar dengan gertakan politisi yang menyebutkan akan melakukan pemakzulan jika menerbitkan Perppu. Sebab, kesimpulan tersebut tidak mendasar. Perppu pada dasarnya adalah kewenangan prerogatif Presiden dan konstitusional. Lagi pun pada akhirnya nanti akan ada uji objektivitas di DPR terkait dengan Perppu tersebut,” sesal Kurnia.
4. Presiden Jokowi minta masyarakat gugat UU KPK hasil revisi ke MK
Meski penolakan UU KPK hasil revisi hingga menimbulkan jatuhnya korban jiwa, Presiden Jokowi enggan menerbitkan Perppu KPK. Jokowi meminta agar masyarakat dapat menggugatnya melalui jalur konstitusional di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan, Presiden tetap tidak akan menerbitkan Perppu untuk mencabut UU KPK hasil revisi. Namun, melalui Yasonna, Jokowi meminta agar para penolak UU KPK hasil revisi dapat melayangkan uji materi gugatan ke MK.
“Presiden bilang, gunakan mekanisme konstitusional. Lewat MK dong. Masa kita main paksa-paksa, sudahlah,” kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Yasonna menuturkan, tak ada kegentingan yang memaksa bagi Presiden untuk mencabut kembali UU yang dianggap banyak pihak dapat melemahkan KPK itu. Dia menilai, demo mahasiswa yang berujung bentrokan dengan aparat di sejumlah daerah juga tidak cukup untuk menjadi alasan bagi Presiden mencabut UU KPK.
“Enggaklah. Bukan apa. Jangan dibiasakan. Irman Putra Sidin (pakar hukum) juga mengatakan janganlah membiasakan cara-cara begitu. Berarti dengan cara itu mendelegitimasi lembaga negara. Seolah-olah enggak percaya kepada MK,” kata Yasonna.