Tim Advokasi Novel Baswedan: Segera Ungkap Jenderal yang Terlibat!
Pelaku yang diduga melakukan aksi penyiraman terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan tertangkap.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku yang diduga melakukan aksi penyiraman terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan tertangkap.
Hal ini terkonfirmasi melalui konferensi pers yang disampaikan oleh Karopenmas Mabes Polri Brigjen Argo Yuwono.
Dikutip dari tayangan Breaking News Kompas TV, Argo Yuwono menyebut pelaku penyiraman Novel Baswedan sudah diamankan.
Dari pengembangan penyelidikan yang dilakukan, kepolisian telah menangkap dua pelaku penyiraman air keras terhadap Novel.
"Dua orang diduga penyiraman terhadap Novel Baswedan sudah tertangkap."
Menyikapi hal tersebut, Tim Advokasi Novel Baswedan memberikan sejumlah pernyataannya. Berikut sikap Tim Advokasi Novel Baswedan seperti dalam keterangan yang diterima redaksi.
1. Dugaan adanya keterlibatan kepolisian dalam kasus ini telah terbukti.
Sejak awal jejak-jejak keterlibatan anggota Polri dalam kasus ini sangat jelas, salah satunya adalah penggunaan sepeda motor anggota kepolisian.
2. Kepolisian harus segera mengungkap jendral dan aktor intelektual lain yang terlibat dalam kasus penyiraman dan tidak berhenti pada pelaku lapangan.
Hasil Tim Gabungan Bentukan Polri dalam temuannya menyatakan serangan kepada Novel berhubungan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK. KPK menangani kasus-kasus besar, sesuai UU KPK, sehingga tidak mungkin pelaku hanya berhenti di 2 orang ini.Oleh karena itu perlu penyidikan lebih lanjut hubungan 2 orang yang saat ini ditangkap dengan kasus yang ditangani Novel/KPK.
3. Kepolisian harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap. Dan juga harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar. Oleh karena itu Polri harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan bersesuaian dengan keterangan saksi-saksi kunci di lapangan. Hal ini diperlukan karena terdapat kejanggalan-kejanggalan sebagai berikut:
· Adanya SP2HP tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelakunya belum diketahui.
· Perbedaan berita yaitu kedua polisi tersebut menyerahkan diri atau ditangkap.
· Temuan polisi seolah-olah baru sama sekali. Misal apakah orang yang menyerahkan diri mirip dengan sketsa-sketsa wajah yang pernah beberapa kali dikeluarkan Polri. Polri harus menjelaskan keterkaitan antara sketsa wajah yang pernah dirilis dengan tersangka yang baru saja ditetapkan.
4. Ketidaksinkronan informasi dari Polri yang mengatakan belum diketahuinya tersangka dengan pernyataan Presiden yang mengatakan akan ada tersangka menunjukkan cara kerja Polri yang tidak terbuka dan profesional dalam kasus ini.
Korban, keluarga dan masyarakat berhak atas informasi terlebih kasus ini menyita perhatian publik dan menjadi indikator keamanan pembela HAM dan anti korupsi.
5. Polisi juga harus mengusut tuntas teror lainnya yang menimpa Pegawai maupun Pimpinan KPK periode sebelumnya (teror bom di rumah Agus Rahardjo dan Laode M Syarif)
6. Presiden perlu memberikan perhatian khusus atas perkembangan teror yang menimpa Novel. Jika ditemukan kejanggalan maka Presiden harus memberikan sanksi tegas kepada Kapolri.