Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jabatan Baru KSP, Pakar Pertanyakan Semangat Reformasi Birokrasi yang Dibangun Jokowi

Pos jabatan baru di lingkungan KSP lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 tahun 2019 bertentangan Semangat Reformasi Birokrasi Jokowi

Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Wulan Kurnia Putri
zoom-in Jabatan Baru KSP, Pakar Pertanyakan Semangat Reformasi Birokrasi yang Dibangun Jokowi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Presiden Joko Widodo memberikan arahan saat peresmian pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/12/2019). Dalam sambutannya, Presiden Jokowi meminta seluruh pihak baik pusat maupun daerah serius menggarap infrastruktur demi kemajuan bangsa dan meningkatkan perekonomian. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk pos jabatan baru di lingkungan Kantor Staf Presiden (KSP) lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 tahun 2019 tentang KSP mendapat respons beragam dari lapisan masyarakat.

Termasuk komentar dari pakar Sosial Politik (Sospol) dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr Drajat Tri Kartono, M Si.

Drajat berpendapat keluarnya Perpres tersebut bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi yang pernah digaungkan oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu 

"Iya memang betul ada perbedaan dengan apa yang sudah di sampaikan Pak Jokowi kemarin yang ingin memangkas birokrasi yang ada," kata Drajat saat dihubungi Tribunnews.com lewat sabungan telepon, Jumat (27/12/2019).

Melihat kondisi tersebut, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS ini mempertanyakan sistem birokrasi yang dibangun mantan Wali Kota Solo tersebut.

Drajat menjelaskan berdasarkan pembangunan sistem birokrasi terdapat dua teori yang berkembang. 

Pertama dikenal dengan istilah downsizing, yang memiliki arti perampingan yang saat ini diterapkan dalam pemerintahan Amerika Serikat. 

BERITA REKOMENDASI

Baca: Manchester City Kalah dari Wolverhampton, Pep Guardiola: Sudah Tidak Mungkin Mengejar Liverpool

Sedangkan teori kedua rightsizing, bermakna birokrasi disesuaikan dengan kapasitas yang diperlukan. Tercatat seperti negara-negara di Benua Eropa dan China menerapkan teori ini.

"Indonesia yang mana? kalau menurut saya yang cocok ya itu rightsizing," ujar Drajat.

Menurutnya, perampingan birokrasi juga tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Ada hitungan matematis yang bisa dimanfaatkan oleh pemerintah.

Dari hitungan tersebut akan diketahui pos-pos mana yang memperlukan suntikan tenaga tambahan, dan mana yang perlu dipangkas birokrasinya.

"Harus ada analisis jabatan dan beban kerja," lanjutnya.

Hak Presiden Jokowi

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menpora Zainudin Amali (kiri) dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kanan) menerima Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan bersama pengurus lainnya saat pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (16/12/2019). Dalam pertemuan tersebut, Presiden Joko Widodo meminta Ketua Umum PSSI Periode 2019-2023, Mochamad Iriawan merombak sistem dalam tubuh persepakbolaan Indonesia agar lebih baik. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menpora Zainudin Amali (kiri) dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kanan) menerima Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan bersama pengurus lainnya saat pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (16/12/2019). Dalam pertemuan tersebut, Presiden Joko Widodo meminta Ketua Umum PSSI Periode 2019-2023, Mochamad Iriawan merombak sistem dalam tubuh persepakbolaan Indonesia agar lebih baik. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Drajat menjelaskan penambahan pos baru berupa jabatan wakil Kepala Staf Kepresidenan dalam struktur organisasi merupakan hak dari Presiden Jokowi.

Presiden memiliki kebebasan mengeluarkan Perpres untuk mengatur organiasi kenegaraan sesuai dengan kebutuhannya.

"Termasuk organiasi di kantor kepresidenan yang dekat dengan beliau," ungkap Drajat.

Meskipun demikian, Drajat mempertanyakan efektivitas langkah Presiden Jokowi dengan mencari wakil untuk Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko dalam bertugas.

"Posisi wakil itu sangat diperlukan atau tidak?" tanya Drajat.

Ia melihat selama ini pekerjaan Kantor Staf Presiden sudah berjalan dengan baik di bawah kepemimpinan Moeldoko.

Moeldoko dilihat sudah kapasitas yang baik untuk menjalankan Kantor Staf Presiden.

Terlebih Moeldoko juga sudah memiliki lima deputi dalam berbagai bidang yang siap membantu mantan Panglima TNI ke-18 ini.

Baca: Kasus Koboi Lamborghini Terus Dikembangkan, dari Satu Kesalahan Terungkap Pelanggaran Lain

Menurut Drajat saat ini, Kantor Staf Presiden belum membutuhkan jabatan baru.

"Penambahan wakil menurut saya tidak terlalu dibutuhkan oleh Pak Moeldoko"

"Tapi kalau Pak Moeldoko sendiri yang membutuhkan langsung kita juga tidak tahu," ujarnya.

Drajat juga menyoroti calon wakil Kepala Staf Kepresidenan yang tidak boleh dipilih secara serampangan.

Jabatan tersebut harus diisi oleh orang-orang yang memiliki integritas yang tinggi.

"Saya menyarankan dari kalangan intelektual," beber Drajat.

Dengan bergabungnya wakil Kepala Staf Kepresidenan dari kalangan tersebut, Drajat berharap mampu meningkatkan kinerja organiasi negara di bawah kendali Presiden Jokowi ini. 

Menteri Nadiem Makarim membutuhkan wakil

Soal Jabatan Baru KSP, Pakar Sebut Menteri Nadiem Lebih Pantas punya Wakil daripada Moeldoko
Soal Jabatan Baru KSP, Pakar Sebut Menteri Nadiem Lebih Pantas punya Wakil daripada Moeldoko (Tribunnews/Irwan Rismawan dan Warta Kota/Henry Lopulalan)

Drajat menilai saat ini jabatan baru guna mengisi wakil KSP untuk mendampingi Moeldoko tidak terlalu dibutuhkan. 

Menurut Drajat penambahan jabatan yang ada di lingkungan KSP bisa dilimpahkan ke lembaga pemerintahan lainnya, seperti kementerian.

"Yang mendesak itu wakil menteri di Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemdikbud),"  tergasnya.

Drajat berpendapat Kemdikbud lebih pantas mendapatkan prioritas wakil dari pada KSP.

Alasan ini berdasarkan tugas yang dimiliki Kemdikbud lebih banyak dan luas dibandingkan KSP.

Besarnya tugas Kemdikbud satu di antaranya bisa dilihat dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang 20 persen diberikan kepada kementerian berslogan Tut Wuri Handayani tersebut.

Baca: 2 Pelaku Penyiraman Air Keras Tertangkap, Novel Baswedan: antara Apresiasi dan Kekhawatiran

Tentu dengan besarnya anggaran untuk dikelola, besar pula tugas yang diemban.

"Kemdikbud mengursi pendidikan dari SD hingga perguruan tinggi. Itu tugas besar tapi tidak ada wakil menterinya," lanjut Drajat.

Ia melihat Menteri Nadiem Makarim akan kewalahan mengurus semua tanggungjawabnya seorang diri.

Dengan kehadiran wakil menteri Kemdikbud, Drajat berharap mampu meringankan dan memaksimalkan kinerja dari mas menteri ini.

Baik dalam sektor Pengembangan maupun penataan dalam lingkungan Kemdikbud.

"Wakilnya untuk Menteri Nadiem itu perlu," tutup Drajat.

(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas