Sketsa Wajah Pelaku Penyerangan Novel Baswedan Diragukan, Mahfud MD: Buktikan di Pengadilan Nanti
Ia pun tidak bermasalah dengan kritik yang disampaikan oleh Tim Advokasi Novel Baswedan tersebut hal yang lumrah karena menurutnya
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamaman (Menko Polhukam) Mahfud MD menjawab terkait keraguan dari Tim Advokasi Novel Baswedan terhadap kemiripan antara sketsa dan wajah tersangka pelaku penyerangan penyidik senior KPK tersebut yang telah menyerahkan diri beberapa waktu lalu.
Mahfud mengatakan, pengadilan memiliki teknologi untuk menjawab keraguan tersebut.
Ia pun tidak bermasalah dengan kritik yang disampaikan oleh Tim Advokasi Novel Baswedan tersebut hal yang lumrah karena menurutnya apa yang ditemukan pemerintah pasti ada yang mengritik.
"Nanti buktikan di pengadilan, nanti ada teknologinya sendiri," kata Mahfud di kantor Bakamla RI Jakarta Pusat pada Senin (30/12/2019).
Menanggapi terkait transparansi proses hukum terhadap tersangka pelaku yang merupakan anggota polisi, ia yakin pengadilan dan kejaksaan tidak bisa didikte oleh kepolisian.
Baca: Jokowi Minta Masyarakat Beri Kesempatan Polisi Tuntaskan Kasus Novel Baswedan: Jangan Spekulasi Dulu
Baca: Novel Diteriaki Pengkhianat, Pakar Ekspresi Sebut Mimik Wajah RB Kurang: Ini Bukan Motivasi Pribadi
Baca: Soal Kasus Novel Baswedan, Mahfud MD: Pengadilan Bakal Buka Tabir yang Terselubung
"Pengadilan bukan anak buahnya polisi, pengadilan ndak bisa didikte, kejaksaan juga bukan anak buahnya polisi," kata Mahfud.
Diberitkan sebelumnya, Tim Advokasi Novel Baswedan menilai janggal upaya penangkapan RM dan RB, dua orang pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.
Untuk itu, dia mendorong aparat kepolisian menelusuri motif atau alasan penyiraman air keras tersebut.
"Kepolisian harus mengungkap motif pelaku tiba-tiba menyerahkan diri, apabila benar bukan ditangkap. Dan juga harus dipastikan yang bersangkutan bukan orang "pasang badan" untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar," kata anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Muhammad Isnur, saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (27/12/2019).
Dia menjelaskan, Polri harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan berkesuaian dengan keterangan saksi-saksi kunci di lapangan.
Hal ini, kata dia, diperlukan karena terdapat kejanggalan-kejanggalan dari penangkapan tersebut.
Pertama, adanya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelaku belum diketahui.
Kedua, perbedaan berita yaitu kedua polisi tersebut menyerahkan diri atau ditangkap.
"Temuan polisi seolah-olah baru sama sekali. Misal apakah orang yang menyerahkan diri mirip dengan sketsa-sketsa wajah yang pernah beberapa kali dikeluarkan Polri. Polri harus menjelaskan keterkaitan antara sketsa wajah yang pernah dirilis dengan tersangka yang baru saja ditetapkan," kata dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.