Beda Pandangan Prabowo Subianto dan Retno Marsudi Soal Klaim China atas Natuna, Ini Kata DPR
DPR meminta kepada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kompak dalam menghadapi klaim China atas Natuna.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta kepada Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kompak dalam menghadapi klaim China atas Natuna.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari menyatakan, ketidakkompakan antara Retno Marsudi dan Prabowo Subianto akan menjadi celah yang bisa dimanfaatkan pihak yang punya kepentingan terhadap masalah ini.
"Yang saya harapkan tidak terjadi," kata Abdul dalam tayangan yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Sabtu (4/1/2020).
"Kenapa? Karena kalau pemerintah tidak kompak nanti celah-celah ini akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang punya kepentingan terhadap masalah ini," jelasnya.
Abdul mengungkapkan, jika DPR sepakat bahwa kedaulatan negara harus dipertahankan terkait dengan persoalan Natuna.
"Kami di DPR kompak semuanya," kata Abdul.
"Sepakat bahwa sebagian besar pendapat teman-teman mengatakan, bahwa kita harus pertahankan kedaulatan negara kita dalam hal ini berkaitan dengan Natuna," ungkapnya.
Tak hanya itu, Abdul juga menegaskan, negara harus bertindak tegas terhadap mereka yang melintas tanpa izin dari pemerintah Indonesia.
"Dan kita harus tindak tegas mereka yang melintas tanpa seizin dari pemerintah Indonesia," jelasnya.
Sebelumnya, ada perbedaan sikap antara Retno Marsudi dan Prabowo Subianto dalam menanggapi masalah ini.
Dikutip dari Kompas.com, Retno Marsudi menyatakan, telah terjadi pelanggaran yang dilakukan kapal-kapal China di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Perairan Natuna.
Retno Marsudi Menjelaskan, ZEE Indonesia tersebut telah ditetapkan oleh United NationS Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Maka dari itu, Retno Marsudi meminta China mematuhi aturan tersebut karena bagian dari UNCLOS 1982.
"Tiongkok merupakan salah satu part dari UNCLOS 1982 oleh sebab itu merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati UNCLOS 1982," ujar Retno Marsudi.