Langgar Kedaulatan Indonesia, Retno Marsudi: Tiongkok Harus Patuh Aturan UNCLOS!
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan Tiongkok harus patuh terhadap kesepatakan UNCLOS
Penulis: Muhammad Nur Wahid Rizqy
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menegaskan Tiongkok harus patuh terhadap keputusan Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Dikutip dari biro pers Sekretariat Kabinet, Retno mengingatkan jika Tiongkok juga merupakan salah satu negara yang menjadi parties United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Oleh karenanya, Tiongkok juga harus mematuhi dan melaksanakan kewajibannya sesuai dengan aturan yang telah disepakati bersama.
“Nah, apa yang ada di antara lain mengatur mengenai masalah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan sebagainya, sehingga ZEE, penarikan-penarikan garis yang terkait dengan ZEE dan sebagainya yang di Indonesia itu sudah sesuai. Kita hanya ingin Tiongkok mematuhi hukum internasional termasuk di UNCLOS,” kata Retno.
Terkait pelanggaran oleh Tiongkok di laut Natuna, menurut Retno ini sudah cukup jelas membuktikan.
Dan terkait dengan Nine Dash Line yang diklaim Tiongkok, Retno menegaskan posisi Indonesia selamanya tidak akan mengakui hal tersebut.
Dan melalui Presiden Jokowi, Indonesia menegaskan tidak akan tawar menawar.
Karena jika urusan tentang kedaulatan negara merupakan hal yang bulat dan tak bisa untuk dikompromikan.
“Ini hak berdaulat ya, hak berdaulat kita, sudah jelas, sudah sesuai dengan hukum internasional UNCLOS. Kita hanya ingin RRT sebagai anggota dari UNCLOS itu untuk mematuhi apa yang ada di UNCLOS. Jadi intinya itu seperti yang sudah kita sampaikan,” ujar Retno.
Namun demikian, Indonesia masih akan menjajaki komunikasi.
Menurut Retno, hal-hal tersebut adalah hal yang sifatnya prinsipil.
Dan hal prinsipil tersebut menurut Retno akan didukung oleh dunia Internasional karena prinsip itu diadopsi oleh konvensi PBB.
Merupakan kewajiban terutama bagi parties dari convention tersebut untuk tunduk mengimplementasikan artikel-artikel, prinsip-prinsip yang ada di UNCLOS 1982,” tegas Retno.
Disisi yang sama, Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD merespons masuknya kapal-kapal pencari ikan Tiongkok ke wilayah perairan Natuna.
Mahfud MD menyatakan, pemerintah akan mengirim sejumlah nelayan yang berasal dari Pantai Utara Jawa (Pantura) untuk mencari ikan di Perairan Natuna.
Dikutip dari tayangan Kompas Petang, Senin (6/1/2020), total ada 120 nelayan yang difasilitasi oleh pemerintah.
Ke-120 nelayan tersebut akan difasilitasi untuk melaut dan mencari ikan di perairan Natuna.
Pemerintah juga akan gencar melakukan patroli untuk menjaga keamanan di perairan Natuna dengan memobilisasi sejumlah nelayan pantura.
Mahfud MD juga mengatakan, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan memfasilitasi nelayan-nelayan dari luar Pantura.
"Kami mau memobilisasi nelayan-nelayan dari Pantura. Mungkin pada gilirannya dari daerah-daerah lain di luar Pantura untuk beraktivitas, mencari ikan dan sebagainya," kata Mahfud MD.
"Selain saudara menggunakan hak sebagai warga negara, juga menggunakan kewajiban saudara untuk turut membela negara, menunjukkan, ini milik kami," tambahnya.
Mahfud MD menjamin, proses pencarian ikan oleh nelayan-nelayan Pantura akan dilindungi pemerintah.
Pemerintah juga menjamin keselamatan para nelayan dan tidak akan ada ancaman-ancama yang dirasakan.
"Saudara nanti akan dilindungi negara dan tidak akan ada tindakan-tindakan fisik yang mengancam saudara," ujar Mahfud.
Dalam akhir keterangan, Mahfud menyampaikan intruksi Presiden, rakyat harus ikut andil dan hadir dalam rangka menjaga kedaulatan.
Terlebih terkait peristiwa sekarang yang terjadi di Natuna.
"Intinya kita akan hadir, sesuai dengan perintah Presiden, kita harus hadir di sana (perairan Natuna). Kehadirannya dengan bentuk patroli rutin dan kegiatan laut nelayan," imbuhnya.
(Tribunnews.com/Muhammad Nur Wahid Rizqy)