Sikap Tegas Menlu: Indonesia Tak Akan Akui Klaim China Atas Natuna
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menegaskan sampai kapanpun Indonesia tidak akan pernah mengakui klaim China atas perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menegaskan sampai kapanpun Indonesia tidak akan pernah mengakui klaim China atas perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Hal ini ia ungkapkan saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat pada Senin (6/1/2020).
"Terkait dengan nine dash line yang diklaim oleh Tiongkok (China) sampai kapanpun juga Indonesia tidak akan mengakuinya," ujar Retno yang dilansir dari kanal YouTube metrotvnews, Selasa (7/1/2020).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa itu merupakan yang tidak dapat dikompromikan.
Mengingat hak kedaulatan mengenai teritorial negara Indonesia juga sudah jelas.
Nine dash line atau sembilan garis putus-putus merupakan teori yang dibuat secara sepihak oleh China.
Dan teori tersebut dianggap tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat.
Sementara perairan Natuna sepenuhnya milik Indonesia.
Hal ini berdasarkan konvensi internasional The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) atau hukum laut yang dikeluarkan oleh PBB.
Dimana UNCLOS menyatakan bahwa Natuna adalah merupakan Zona Ekonomoni Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Terkait hal ini, Retno juga meminta China yang juga merupakan anggota dari UNCLOS untuk dapat mematuhi peraturan yang ada.
"Kalau kita bicara terkait masalah UNCLOS, seharusnya Tiongkok (China), Indonesiea dan semua negara yang menjadi anggota memiliki kewajiban mematuhi apa yang ada," jelas Retno.
"Adapun yang diatur dalam Unclos yakni terkait masalah ZEE," imbuhnya.
"Sehingga penarikan-penarikan garis yang terkait dengan ZEE dan sebagainya yang untuk Indonesia itu sudah sesuai," kata Retno.
Sebelumnya, Retno telah memanggil Duta Besar (Dubes) China Di Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Menlu ini menyampaikan protes kerasnya terhadap pelanggaran kedaulatan yang dilakukan kapal-kapal China di Natuna.
"Kemlu telah memanggil Dubes RRT di Jakarta dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut," kata Retno yang dikutip dari Kompas.com.
"Nota diplomatik protes juga telah disampaikan," imbunya.
Menurut keterangan Staf Ahli Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, Dubes China ini akan menyampaikan pesan dari Menlu ke Beijing.
4 sikap tegas pemerintah terhadap kasus Natuna
Menanggapi konflik perairan Natuna, Juru Bicara (Jubir) Presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman menyampaikan bahwa Pemerintah tegas dalam meyikapi konflik ini.
Dimana hal ini sesuai dengan arahan dari Presiden Jokowi.
Fadjroel juga menyatakan dalam menangani konflik perairan Natuna, pemerintah tetap mengedepankan diplomasi damai.
Pernyataan ini ia sampaikan melalui akun Twitter miliknya, @fadjroeL, pada Sabtu (5/1/2020) malam.
"Berdasarkan arahan Presiden @jokowi pemerintah Indonesia bersikap tegas sekaligus memprioritaskan usaha diplomatik damai dalam menangani konflik di perairan Natuna," tulis Fadjroel.
Selain itu ia juga menuliskan bahwa Pemerintah secara tegas akan terus mempertahankan kedaulatan NKRI.
"Tak ada kompromi dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia," sambung tulisannya.
Dalam kicauannya melalui Twitter ini, Fadjroel juga menyinggung terkait pernyataan dari Menteri Luar Negeri , Retno Marsudi.
Dimana terdapat 4 sikap resmi yang dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal China di wilayah ZEE Indonesia.
Kedua, wilayah Indonesia United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).
Ketiga China merupakan party dari UNCLOS 1982.
Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi China untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982.
Empat, Indonesia tidak akan pernah mengakui nine dash line atau klaim sepihak yang dilakukan oleh China , yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, khususnya UNCLOS 1982. (*)