Sepak Terjang Harun Masiku, Politikus PDIP yang Diminta KPK Segera Menyerahkan Diri
Seorang sumber PDIP di Sumsel mengungkapkan, Harun Masiku adalah orang Jakarta yang mencalonkan diri melalui Dapil Sumsel I.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penetapan pengganti antar waktu (PAW) DPR 2019-2024 dan melibatkan komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Keempat tersangka itu adalah Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina, Saeful, serta Harun Masiku.
Wahyu Setiawan adalah komisioner KPU dan Agustiani Tio Fridelina sebagai orang kepercayaan Wahyu Setiawan sekaligus mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu.
Sementara Saeful disebut sebagai pihak swasta dan Harun Masiku adalah calon anggota legislatif (caleg) DPR dari PDIP.
Hal ini dikatakan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).
Baca: Secarik Kertas Berisi Pesan Wahyu Setiawan yang Resmi Ditahan KPK
Selain itu, Lili juga meminta seorang tersangka, Harun Masiku agar menyerahkan diri karena tidak termasuk orang yang diamankan KPK pada Rabu (8/1/2020) dan Kamis (9/1/2020).
"KPK meminta tersangka HAR segera menyerahkan diri ke KPK dan pada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap koperatif," kata Lili.
Lantas, siapakah Harun Masiku yang ikut terseret dalam kasus dugaan suap?
Berikut sosok dan rekam jejaknya sebagaimana dirangkum Tribunnews.com:
1. Biodata
Harun Masiku adalah politisi PDIP dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I.
Dalam Pileg 2019, pria kelahiran 21 Maret 1971 ini mendapatkan nomor urut 6.
Saat hasil Pileg 2019 dirilis, Harun Masiku mendapatkan 5.878 suara dan berada di urutan ke-5.
Suara yang didapat Harun Masiku sangat jauh di bawah alm Nazarudin Kiemas (145.752 suara) dan Riezky Aprilia (44.402 suara), dan Darmadi Jufri (26.103 suara).
Kemudian Doddy Julianto Siahaan (19.776 suara) dan Diah Okta Sari (13.310 suara).
2. Awal mula kasus
Kasus dugaan suap yang melibatkan komisioner KPU, Wahyu Setiawan terkait penetapan pengganti antar waktu (PAW) DPR 2019-2024.
Kasus ini bermula saat DPP PDI-Perjuangan mengajukan Harun Masiku sebagai penganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI, yang meninggal pada Maret 2019.
Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Wahyu Setiawan kemudian menyanggupi untuk membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW.
"WSE (Wahyu) menyanggupi membantu dengan membalas: 'Siap mainkan!'," ujar Lili.
3. Dekat dengan petinggi PDIP
Seorang sumber PDIP di Sumsel mengungkapkan, Harun Masiku adalah orang Jakarta yang mencalonkan diri melalui Dapil Sumsel I.
Diungkapkannya, sosok Harun belum banyak diketahui.
Namun di kalangan pengurus DPP, Harun cukup dikenal, khususnya hubungan tertentu dengan petinggi PDIP.
"Jadi dia itu (Harun) berkabolarasi dengan petinggi partai untuk mencari kesalahan si Riezky," jelasnya, dikutip Tribunnews.com dari TribunSumsel.com.
Sumber itu juga menjelaskan kejanggalan yang ada terkait PAW.
Seharusnya pergantian tidak diberikan ke Harun, jika Riezky melakukan pelanggaran, melainkan peraih suara selanjutnya di bawah Riezky.
"Infonya sudah lama ingin goyang Riezky, tetapi tidak pernah kita gubris, dan ternyata ada kejadian ini," tuturnya.
4. Nama Harun sempat tak muncul di DCS
Masih dari Tribun Sumsel, nama Harun Masiku sempat tak ada di Daftar Calon Sementara (DCS) jauh sebelum ditetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) Pileg 2019.
Yang berada dalam DCS adalah Caleg bernama Astrayuda Bangun di nomor urut 6.
Namun saat DCT dikeluarkan, nomor urut 6 bernama Harun Masiku.
5. Peran Harun dalam kasus suap
Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar mengatakan, Harun Masiku berperan sebagai pemberi suap kepada Komisioner KPU, Wahyu Setiawan serta tersangka lainnya, yaitu Agustiani Tio Fridelina.
Menurut Lili, Wahyu Setiawan bersedia membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR melalui PAW dengan meminta dana operasional Rp 900 juta.
Pada pertengahan Desember 2019, satu sumber dana yang masih didalami KPK identitasnya, memberikan Rp 400 juta kepada Wahyu melalui sejumlah perantara.
Mereka adalah Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Bawaslu yang juga orang kepercayaan Wahyu; Saeful yang merupakan pihak swasta, dan seorang pengacara (Don).
Dikutip dari Kompas.com, Wahyu menerima uang dari Agustiani sebesar Rp 200 juta di pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Kemudian, pada akhir Desember 2019, Harun Masiku memberikan uang kepada Saeful sebesar Rp 850 juta.
Dari jumlah tersebut, Rp 150 juta diberikan kepada Don.
Sisanya, yaitu Rp 700 juta diberikan kepada Rp 450 juta untuk Agustiani dan Rp 250 juta untuk operasional.
Adapun, dari uang Rp 450 juta yang diterima Agustiani, uang sebesar Rp 400 juta ditujukan untuk Wahyu Setiawan.
Meskipun, uang Rp 450 juta masih ada pada Agustiani.
Sebagai pihak pemberi suap, Harun disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Tribunnews.com/Sri Juliati) (Kompas.com/Ardito Ramadhan) (TribunSumsel.com/Arief Basuki Rohekan)